TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menyebut program makan bergizi gratis merupakan upaya pemerintah berinvestasi pada sumber daya manusia. Menurutnya, program tersebut bukan hanya sekadar memberikan makananan, namun agar anak-anak di Indonesia dapat terpenuhi kebutuhan gizinya.
"Kami (pemerintah) menyiapkan menu seimbang untuk masuk ke dalam tubuh agar tubuh anak optimal," ujar Dadan dalam aktivitas Simposium Pangan di Indofood Tower, Jakarta Pusat pada Senin, 25 November 2024.
Dadan melanjutkan, program makan bergizi cuma-cuma bermaksud mengatasi beberapa masa kritis anak, ialah ketika tetap berada di dalam kandungan, serta anak saat menginjak usia tiga sampai lima tahun. Menurut Dadan, pemerintah sedang mengatasi dua persoalan itu agar anak di Indonesia mempunyai raga nan kuat. Dadan mengatakan, selain mencegah stunting, pemberian gizi berkepanjangan untuk anak kudu diupayakan negara. "Tapi jika kita mengatasi stunting saja apakah anak itu bakal kemudahan optimal? Tidak cukup. Kenapa? Karena kudu buat kelanjutan diberikan makan gizi seimbang," tutur dia.
Dadan mengatakan, pemerintah kudu memberikan beragam intervensi agar bisa mencapai Indonesia emas tahun 2045. "Yang bagus adalah seribu hari pertama kami (pemerintah) intervensi, pertumbuhan (anak) keduanya titik kritis keduanya kita intervensi," ucap dia.
Dadan mengatakan ada tiga tahap pemberian makanan. Pertama, untuk siswa PAUD hingga SD kelas 2, makanan kudu dikirim pukul 07.45 waktu setempat untuk dimakan pukul 08.00. Kedua, untuk siswa kelas 3 sampai kelas 6 dikirim jam 09.00 untuk dimakan pukul 9.30. "Kemudian anak SMP dan SMA dikirim pukul 11.30 untuk dimakan jam 12.00,” kata Dadan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemerintah Pusat dan Daerah tahun 2024, Kamis, 7 November 2024.
Sebelumnya, Ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, menyebut program nan sebelumnya berjulukan makan siang cuma-cuma ini terkesan sentralistik untuk seluruh Indonesia. Padahal, setiap wilayah mempunyai karakter berbeda. Biasanya, di wilayah juga ada pangan lokal nan biasa dikonsumsi masyarakat. Di sisi lain, penentuan menu ini juga belum jelas. Sehingga dia meragukan program tersebut. "Grand design-nya tetap acak-acakan. Masih buram," tutur dia.
Dikutip dari Koran Tempo jenis Rabu 28 Februari 2024, program makan bergizi cuma-cuma diperkirakan menyedot biaya Rp 450 triliun per tahun. Dan ini bakal membebani postur APBN 2025. Kebutuhan biaya dalam jumlah besar tersebut diprediksi mengorbankan anggaran lain dari program perlindungan sosial. “Kalau anggaran makan siang dan susu cuma-cuma tersebut diambil dari program sosial, seperti BBM dan listrik, tingkat kemiskinan diperkirakan meningkat,” kata Anthony Budiawan, Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Selasa, 27 Februari 2024.