TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar), Syaiful Bahari, menyebut beras masuk kategori peralatan nan tak kena pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Tapi kenaikan tarif bakal berakibat pada nilai beras lantaran ada biaya lain dalam proses produksi nan terdampak. “Harus dilihat beras itu peralatan perantara untuk end user dan pembentukan nilai beras alias Harga Pembelian Pemerintah (HPP) juga dibentuk oleh barang-barang nan terkena PPN,” ujarnya saat dihubungi, Senin 25 November 2024.
Menurut dia untuk memandang akibat kenaikan PPN tidak hanya dari satu sisi, tetapi ada proses nan saling terhubung satu lainnya. Selain itu, kata dia, petani merupakan produsen sekaligus sebagai konsumen. Walau produk akhirnya ditetapkan tak kena pajak pertambahan nilai, tapi sebagai konsumen mereka terdampak langsung kenaikan tarifnya. “Jadi sudah pasti kenaikan PPN juga menjadi beban bagi petani, meskipun produksinya tidak terkena,” kata dia.
Jika pemerintah tetap ngotot meningkatkan tari pajak pertambahan nilai, perlu ada langkah mencegah dampaknya ke nilai kebutuhan pokok. Strategi nan bisa dilakukan menurut Syaiful adalah menurunkan biaya produksi pertanian. Sehingga HPP komoditas pertanian lebih murah dan nilai di konsumen bisa terjangkau.
Namun perihal itu perihal itu susah dilakukan dalam waktu cepat. Terlebih lagi di tengah daya beli masyarakat turun, pasar sepi, dan ekonomi melangkah lambat. “Jadi pemerintah kudu menunda kenaikan PPN, jika tidak beban ekonomi masyarakat semakin berat dan ini bakal mendorong krisis ekonomi,” ujarnya.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sudah memastikan kebutuhan seperti beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran tak masuk objek PPN. Namun Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan ada komponen-komponen produksi lain nan terkena pajak. Ia mencontohkan, ongkos logistik kemungkinan bakal naik seiring dengan kenaikan tarif PPN. Kenaikan biaya produksi ini bakal memengaruhi nilai beras.
Han Revanda berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.