TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah belum tentu menolak konsesi tambang untuk ormas keagamaan. Menurut dia, PP Muhammadiyah bisa jadi tetap mempelajari dengan hati-hati.
"Kalau mashlahatnya besar, saya percaya Muhammadiyah pasti bakal menerima izin konsesi tersebut,” kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah itu melalui keterangan tertulis, Rabu, 12 Juni 2024.
Saleh meminta semua pihak menghormati prinsip kehati-hatian Muhammadiyah tentang izin konsesi tambang. Prinsip itu, kata dia, adalah karakter original Muhammadiyah dalam mengelola kebaikan usaha. Dengan prinsip itu, dia mengatakan kebaikan upaya nan dikelola diharapkan dapat berfaedah seluas-luasnya. “Muhammadiyah organisasi modern nan dapat dipercaya. Jika diamanahkan, maka bakal dikelola secara profesional,” kata dia.
Ketika ditanya ihwal sikap Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah nan menyatakan izin tambang untuk ormas keagamaan itu melanggar UU Minerba dan UU Aadministrasi pemerintahan, Saleh enggan berkomentar. “Itu juga kewenangan Muhammadiyah untuk menjawab,” kata dia saat dihubungi, hari ini.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti, sebelumnya menyatakan tidak bakal tergesa-gesa mengenai konsesi tambang nan ditawarkan oleh pemerintah. “Tidak bakal tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara," kata Abdul Mu’ti dalam keterangan pers, Minggu, 9 Juni 2024.
Abdul Mu'ti mengatakan Muhammadiyah belum ada keputusan bakal menolak alias menerima konsesi tambang tersebut. Organisasi keagamaan Islam terbesar kedua setelah NU itu menegaskan bakal mengkaji semuanya dari beragam aspek dan perspektif pandang nan menyeluruh.
Iklan
Dalam kesempatan terpisah, Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai pemberian wilayah izin upaya pertambangan unik (WIUPK) untuk ormas keagamaan melanggar Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Administrasi Pemerintahan).
“Wewenang Menteri Investasi/Kepala BKPM memberikan WIUP kepada pelaku upaya termasuk badan upaya nan dimiliki oleh Ormas tidak berdasar menurut hukum,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam legal opinion kepada PP Muhammadiyah, dikutip Ahad, 9 Juni 2024.
Selain itu, Majelis Hukum dan HAM organisasi berlambang mentari itu menilai pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk ormas keagamaan tanpa proses melalui lelang melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Menurut beleid itu, IUP mineral logam dan batu bara semestinya diberikan dengan langkah lelang, tidak bisa diberikan alias ditetapkan secara langsung. Lelang itu dilaksanakan dengan mempertimbangkan keahlian pelaku upaya dalam perihal manajemen, keahlian teknis dan pengelolaan lingkungan, dan keahlian finansial. “Dengan lelang dimaksudkan agar pemberian WIUP dilakukan secara fair,” ujar Trisno.
HAN REVANDA PUTRA