Kisah Nelayan Melaut di Natuna Utara hingga Dipepet Coast Guard Asing

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Tanjungpinang, CNN Indonesia --

Menjadi nelayan di Laut Natuna Utara terkadang bukan hanya kudu berhadapan dengan gelombang tinggi, ada pula akibat ancaman dari coast guard alias kapal penjaga pantai asing.

Itulah nan diungkap sejumlah nelayan di perairan perbatasan Indonesia tersebut kala berbincang dengan CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

Dedi salah satu nelayan dari Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau mengaku bukan sekali dua kali dia diusir coast guard asing--baik Vietnam hingga China--yang mengawal kapal nelayan asal negara masing-masing. Padahal, kata dia, jika merujuk ke peta nan dijadikan panduannya, titik koordinat tersebut tetap berada di wilayah perairan Indonesia alias tetap 200 mil laut dari bibir pantai kota Ranai Natuna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengaku pernah diusir dan digertak petugas kapal coast guard China dan Vietnam untuk pergi dari area penangkapan tersebut, padahal sesuai titik koordinat tetap di perairan Indonesia. Tidak hanya itu, dia juga memandang Kapal Induk China dan Amerika komplit dengan pesawat tempurnya lampau lalang di perairan perbatasan laut China Selatan.

"Sudah sering memandang Kapal Ikan Asing. Ditembak sih tidak, cuman digertak aja suruh pergi dari area penangkapan ikan di laut perbatasan," ujar Dedi dalam perbincangan, Selasa (21/5).

Dedi beralasan dia membawa kapal untuk mencari ikan hingga ke titik tersebut. Pria nan sudah 25 tahun melaut sebagai nelayan itu mengaku mencari ikan saat ini berbeda dibandingkan bertahun-tahun lalu.

Dulu, sambungnya, ikan-ikan mudah didapat meski tak melaut jauh lantaran tak banyak kapal dari luar wilayah Natuna. Namun, sambungnya, sekarang mereka mesti bersaing dengan kapal-kapal nelayan besar dari luar wilayah seperti Pulau Jawa dan Kalimantan.

Dedi mengaku biasanya melaut selama sepekan hingga 15 hari. Untuk tangkapan, dia mengaku baru pulang setelah mendapat ikan sebanyak 1 ton lebih. 

Serupa Dedi, nelayan lain di wilayah tersebut, Rusli juga mengaku terpaksa melaut hingga wilayah mendekati titik perbatasan demi mendapatkan ikan.

Pria nan sudah menjadi nelayan lebih dari 30 tahun itu mengaku kudu pergi melaut hingga ke laut dalam di perbatasan laut China selatan, lantaran ikan sudah tidak ada lagi di laut dangkal di perairan Natuna.

Menurutnya, untuk sampai ke laut perbatasan dengan titik koordinat N.59.000 - E.09 .000 alias sekitar 120 mil dari bibir pantai Kota Ranai Natuna dan 70 mil dari bibir pantai di Kecamatan Pulau Laut paling ujung utara di Pulau Natuna.

"Beda melaut mencari ikan puluhan tahun lampau bang, sekarang ikan pada susah, kudu ke Laut Dalam kita cari," kata Rusli pada Selasa lalu.

'Senjatanya' untuk mencari ikan di laut dalam itu adalah kapal kayu mini berkapasitas 5 Gross Ton (GT). Kapal tersebut dilengkapi peralatan satelit, radio, perangkat pancing ikan, dan tempat penampungan beserta es. Penangkapan ikan di laut tetap dilakukan secara tradisional seperti pancing ulur dan rawai hanyut.

Dia pergi melaut, selama 8 hari baru pulang ke daratan. Hasil tangkapannya itu andaikan beruntung bisa menghasilkan lebih dari 400 kilogram dengan beragam jenis ikan.

Dari hasil itu, dia bisa mendapatkan 3 hingga 4 juta rupiah dan kudu dipotong ongkos selama melaut seperti minyak dan ransum alias makanan dan minuman nan dibawa saat melaut. Namun, andaikan nilai ikan sedang murah pendapatannya pun menurun.

"Harga ikan, pas lagi banyak murah di pasar bang. Tak bisa juga kita perkirakan penghasilan Nelayan dari hasil menangkap ikan ini, tergantung nilai pasaran," ujarnya.

Rusli nelayan asal Natuna Kepulauan Riau, berbagi cerita tentang pengalamannya selama melaut menangkap Ikan di lautan. Selama 32 tahun sebagai nelayan, ada kisah suka dan duka nan dirasakan. Sukanya andaikan hasil tangkapan ikannya melimpah dan dukanya dihadang Kapal Ikan Asing (KIA) seperti China dan Vietnam nan dikawal kapal Qoast Guard alias kapal penjaga pantai kedua Negara tersebut. Selain itu, sering memandang Kapal Induk  perang asing dan pesawat tempur nan lampau lalang di laut Natuna utara.Sejumlah kapal Nelayan Bersandar di Dermaga Sepempang, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.(CNN Indonesia/Ar Pandi)

Berharap pada pemerintah Indonesia

Baik Rusli, Dedi, hingga nelayan-nelayan Natuna lain berambisi ada solusi dari pemerintah Indonesia mengenai area tangkap di perairan perbatasan.

Mereka mengaku tetap bingung pemisah wilayah area tangkap nan merujuk pada titik koordinat tetap masuk perairan Indonesia, namun diusir oleh Kapal Coast Guard  asing nan mengawal kapal nelayan dari negara masing-masing menangkap ikan di perairan perbatasan dengan laut China selatan.

Bukan hanya kapal nelayan dan coast guard asing, mereka juga meminta perlindungan dari persaingan dengan kapal nelayan nan lebih besar dari wilayah lain di Indonesia. Nelayan Natuna meminta pemerintah datang di tengah - tengah para nelayan untuk memberi solusi keberlangsungan kehidupan mereka sebagai nelayan.

Selain itu, nelayan juga meminta pemerintah adakan aktivitas training dan pemberdayaan terhadap Nelayan Natuna ketika mereka tidak bisa melaut dengan kondisi cuaca buruk.

"Harapan kami, ada solusi dari Pemerintah untuk nelayan Natuna," ujar Rusli dan Dedi.

Puluhan kapal ikan terlarangan ditangkap

Berdasarkan info dari Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam kurun waktu kuartal pertama 2024, Ditjen PSDKP mengamankan 36 Kapal menangkap ikan secara Ilegal.

Jumlah itu, di antaranya 30 Kapal Ikan Indonesia (KII), serta 6 Kapal Ikan Asing (KIA)-- 2 Malaysia, 2 Vietnam, dan 2 Filipina.

PSDKP menangkap puluhan kapal ikan lantaran menangkap ikan tidak dilengkapi izin, arsip resmi dan menggunakan perangkat tangkap tidak ramah lingkungan alias Trawl di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Indonesia (WPPNRI).

Dari 36 kapal nan diamankan PSDKP, 2 kapal di antaranya nan sama-sama berbendera Vietnam  diamankan di laut Natuna Utara. Penangkapan 2 Kapal Ikan Asing (KIA) Vietnam itu terjadi pada Sabtu 4 Mei 2024 atas laporan dari Nelayan Natuna.

"Ya, hanya dua Kapal Ikan Asing Vietnam nan ditangkap PSDKP pada Sabtu 4 Mei 2024 di Laut Natuna Utara," kata Humas PSDKP KKP Adi Pradana, dihubungi Selasa ini.

Tidak hanya, masalah di laut China Selatan, nelayan Natuna juga menghadapi masalah saat melaut di perairan perbatasan dengan Negara tetangga Malaysia. Menangkap ikan di perairan perbatasan dengan negeri jiran tersebut membikin Nelayan natuna ditangkap oleh Aparat Maritim Malaysia dari Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).

Berdasarkan info nan diterima dari Badan Pengelola Perbatasan Daerah ( BP2D ) Provinsi Kepulauan Riau, terdapat 24 Nelayan asal Natuna dan Lingga Provinsi Kepulauan Riau ditangkap Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), pada periode Februari hingga April 2024. 

"Sudah 24 Nelayan asal Natuna dan Lingga Kepri kita bantu agar mereka nan ditahan Aparat Maritim Malaysia bisa dibebaskan," kata Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah ( BP2D ) Provinsi Kepri, Doli Boniara, saat dihubungi, Selasa.

Lebih lanjut, dia mengatakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sudah menyampaikan ke Pemerintah Pusat mengenai masalah Nelayan nan menangkap ikan di laut perbatasan dengan Malaysia.

Menurutnya, masalah ini kudu serius diselesaikan pemerintah Indonesia, lantaran sudah berlarut - larut dan seakan tanpa solusi. Menurutnya perihal ini juga sudah disampaikan langsung ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) nan ada di Malaysia dan juga sudah sampaikan ke Badan Nasional Pengelola Perbatasan dan Kementerian Kelautan Perikanan.

"Sudah saya sampaikan, ke Pemerintah Pusat dan KJRI kita nan ada di Malaysia, kudu ada solusi. Karena masalah ini setiap tahun terjadi," ujar Doli.

(arp/kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional