KPK Tetapkan 5 Tersangka Kasus Pengadaan Lahan Rorotan Jakut

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi mengenai pengadaan lahan di Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2019-2020.

Para tersangka ialah mantan Direktur Utama PPSJ Yoory Corneles Pinontoan (YCP); Senior Manager Divisi Usaha alias Direktur PPSJ Indra S. Arharrys (ISA); Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TEP) Donald Sihombing (DNS); Komisaris PT TEP Saut Irianto Rajagukguk (SIR); dan Direktur Keuangan PT TEP Eko Wardoyo (EKW).

"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para Tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024 s.d 7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam bertemu pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konstruksi kasus

YCP merupakan Direktur Utama PPSJ periode 2020-2024. Adapun PPSJ adalah sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta nan bergerak di bagian properti tanah dan bangunan. Salah satu aktivitas usahanya mencari dan membeli tanah di wilayah Jakarta untuk dijadikan unit upaya alias dijadikan bank tanah (Land Bank).

Asep mengatakan salah satu perusahaan nan menawarkan tanah kepada PPSJ adalah PT TEP nan bergerak di bagian jasa bangunan pembangunan high rise building (antara lain apartemen, mal, dan kantor-kantor) serta aktivitas penjualan tanah.

PT TEP dimiliki oleh DNS nan juga menjabat sebagai Direktur Utama. Sedangkan Direktur Independen/Keuangan PT TEP adalah EKW dan Komisaris PT TEP dijabat oleh SIR.

Pada Februari 2019, PT TEP berencana membeli enam bagian tanah milik PT Nusa Kirana Real Estate (NKRE) di Rorotan dengan luas sekitar 11,7 Ha seharga Rp950 ribu/m2 nan bakal diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT TEP dengan nilai transaksi Rp117 miliar.

Pada 18 Februari 2019, PT TEP mengirimkan surat tentang kerja sama pengelolaan lahan seluas 11,7 Ha nan berlokasi di Jalan Rorotan Marunda, Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara dengan nilai penawaran Rp3,2 juta/m2 menggunakan skema KSO (Kerja Sama Operasional) pengelolaan tanah berbareng antara PT TEP dengan PPSJ.

"Hal ini kemudian direspons oleh kerabat YCP dengan mengirimkan Surat Kepeminatan atas penawaran tanah tersebut," ungkap Asep.

Selanjutnya pada 1 Maret 2019, dilakukan rapat negosiasi nilai antara PT TEP dengan PPSJ atas tanah tersebut nan dihadiri oleh YCP dan DNS. Keduanya menyepakati besaran nilai tanah nan bakal dilakukan KSO adalah Rp3 juta/m2. Saat itu, PPSJ belum menunjuk KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) untuk menilai nilai tanah. Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal mengenai penawaran KSO dari PT TEP.

"YCP dan ISA mengetahui bahwa nilai wajar tanah Rorotan ditawarkan oleh PT Totalindo Eka Persada (PT TEP) sebetulnya jauh di bawah nilai penawaran PT TEP ialah di bawah Rp2 juta/m2," tutur Asep.

"Informasi nilai wajar sesuai kajian internal dan info dari KJPP Wisnu Junaidi telah disampaikan oleh Farouk M Arzby kepada YCP, namun YCP mengabaikan perihal tersebut," sambung dia.

YCP apalagi disebut mengarahkan agar tidak perlu menunjuk KJPP independen untuk melakukan penilaian nilai wajar tanah, namun cukup menggunakan laporan penilaian KJPP nan ditunjuk/ditugaskan oleh penjual/PT TEP.

Asep menjelaskan perihal itu bertentangan dengan Pergub DKI Nomor 50 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa BUMD dan Pergub DKI Nomor 51 Tahun 2019 tentang Penugasan kepada BUMD mengenai Penyediaan Rumah untuk MBR.

Pada 6 Maret 2019, YCP dan DNS melakukan penandatanganan Perjanjian Pendahuluan tentang Perjanjian KSO Proyek Tanah Rorotan antara PPSJ dengan PT TEP.

Dalam surat perjanjian tersebut, PT TEP mengaku sebagai pemilik sah dan berkuasa sepenuhnya atas enam bagian tanah seluas 11,7 Ha. Padahal, kata Asep, pihak PT TEP mengetahui saat itu keenam SHGB tanah Rorotan tetap atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan kewenangan kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT TEP.

Pada periode awal bulan Maret 2019, PPSJ bayar kepada PT TEP duit muka dengan nilai total sebesar Rp30 miliar atas Perjanjian KSO ini. Namun, lantaran tidak mendapat persetujuan Dewas PPSJ, perjanjian KSO ini kemudian dibatalkan dan duit muka dikembalikan oleh PT TEP kepada PPSJ.

"Saudara YCP kemudian memerintahkan agar transaksi tersebut diubah dari skema KSO menjadi skema beli putus tanah tanpa melakukan proses beli putus tanah dari awal sesuai dengan ketentuan nan bertindak di PPSJ," ungkap Asep.

Pembayaran duit muka Tahap 1 KSO sebesar Rp20.000.000.000 pada 6 Maret 2019 dan pelunasan tahap I sebesar Rp10.000.000.000 pada 8 Maret 2019 tidak sesuai dengan ketentuan nan berlaku.

"Bahwa pada akhir bulan Maret 2019, kerabat YCP dan kerabat DNS melakukan penandatanganan enam Akta PPJB atas enam bagian tanah Rorotan antara PPSJ dan PT TEP," tutur Asep.

Asep menambahkan PPSJ juga bayar duit muka pembelian tanah kepada PT TEP sebesar Rp150 miliar walaupun saat itu PT TEP belum melunasi tanggungjawab pembayaran tanah kepada PT NKRE.

Pada periode April-September 2019, PPSJ telah melakukan beberapa kali pembayaran senilai Rp201 miliar kepada PT TEP. Dengan demikian, total pembayaran untuk tanah seluas 11,7 Ha dari PPSJ kepada PT TEP adalah Rp351 miliar.

Selanjutnya pada 22 Februari 2021, PPSJ melakukan pelunasan atas penambahan luas tanah Rorotan dengan bayar Rp14 miliar kepada PT TEP, sehingga total duit pembayaran nan telah dikeluarkan PPSJ kepada PT TEP untuk pembelian tanah Rorotan seluas 12,3 Ha (11,7 Ha luas awal ditambah 0,6 Ha penambahan luas pasca pengukuran ulang) adalah Rp370 miliar.

Pada 23 Februari 2021, terang Asep, baru dilakukan penandatanganan enam AJB antara PT TEP dengan PPSJ untuk jual beli tanah Rorotan, Jakarta Utara dengan luas total 12,3 Ha.

YCP menentukan letak lahan Rorotan nan bakal dibeli secara sepihak tanpa didahului kajian teknis nan komprehensif meskipun kondisi lahan berawa dan memerlukan biaya pematangan lahan nan cukup besar.

Selain itu, kondisi lahan tidak memenuhi kriteria teknis lahan Rumah Susun Sederhana (Rusuna) sebagaimana nan ditentukan pada Pasal 3 Pergub DKI Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pembangunan Rusuna.

"Penentuan beli putus untuk tanah tanpa melalui kajian," kata Asep.

Ia menuturkan memo intern penyampaian laporan penilaian atas penawaran letak Jalan Rorotan-Marunda 11,7 Ha dibuat bertanggal mundur (backdate) oleh pegawai PPSJ atas perintah YCP.

Memo intern bertanggal 21 Februari 2019 nan merupakan memo penyampaian laporan campuran kajian pertimbangan proposal penawaran dan hasil survei fisik, kajian kajian pasar pesaing, dan kajian kajian finansial/hitungan kelayakan, secara aktual baru dibuat pada 27 Maret 2019 oleh Maulina Wulansari.

Penanggalan mundur tersebut diduga untuk menjustifikasi alias mendukung keputusan sepihak dan subjektif YCP dalam pembelian tanah dan mengesankan seolah-olah proses investasi alias pengadaan melangkah sesuai prosedur alias ketentuan nan berlaku.

Menurut Asep, penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan lahan Jalan Rorotan-Marunda 11,7 Ha nan dilakukan YCP diduga dipengaruhi dan mengenai penerimaan akomodasi dari PT TEP.

"YCP diduga menerima valas dalam denominasi SGD sejumlah Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. Selain itu, kerabat YCP juga diketahui mendapatkan akomodasi alias kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi nan segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada," kata Asep.

Asep menyatakan pembelian aset YCP berupa 1 rumah dan 1 unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas petunjuk EKW (Direktur Keuangan PT TEP) dan sumber biaya berasal dari kas perusahaan dalam corak pinjaman lunak kepada pegawai nan membeli aset tersebut.

"Dari uraian di atas, bisa kita simpulkan terdapat kerugian negara/daerah setidaknya sebesar Rp223 miliar alias tepatnya Rp223.852.761.192 nan diakibatkan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada Tahun 2019-2021," ucap Asep.

Nilai kerugian negara/daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih nan diterima PT TEP dari PPSJ sebesar Rp371 miliar (Rp371.593.267.462,00) dikurangi nilai transaksi riil PT TEP dengan pemilik tanah awal (PT NKRE) setelah memperhitungkan biaya mengenai lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147.740.506,270.

Atas perbuatannya, YCP dkk disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) alias Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(ryn/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional