KPU Dibayangi Kerusakan Logika Hukum Bila Ikut Putusan MA Usia Cakada

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 tentang patokan pemisah minimal usia calon kepala wilayah (cakada).

Perkara itu diputus majelis pengadil nan dipimpin Yulis sebagai Ketua, serta Cerah Bangun sebagai personil I dan Yodi Martono Wahyunadi sebagai personil II, pada Rabu, 29 Mei 2024. Dalam putusan itu, Cerah Bangun menyatakan berbeda pendapat alias dissenting opinion dengan menegaskan semestinya permohonan tersebut ditolak majelis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lewat putusan itu, MA menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.

MA pun memerintahkan kepada KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut.

MA mau ketentuan dari nan semula cagub dan wakil cagub minimal berumur 30 tahun terhitung 'sejak penetapan pasangan calon' diubah menjadi 'setelah pelantikan calon.'

Namun, Putusan MA ini mendapat sorotan lantaran dianggap replika dari Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 tentang syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Bahkan publik menilai putusan MA itu sebagai 'dejavu' atas putusan MK untuk melanggengkan anak presiden ke bangku kekuasaan.

Jika putusan MK dianggap mempermulus jalan anak sulung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ialah Gibran Rakabuming Raka untuk mendaftar cawapres di Pilpres 2024. Putusan MA kali ini juga diduga untuk mempermulus jalan satu lagi anak Jokowi ialah si bungsu Kaesang Pangarep nan digadang-gadang bakal maju Pilkada 2024.

Kaesang saat ini berumur 29, dan baru genap 30 tahun pada 25 Desember mendatang. Sementara itu, pencoblosan pada Pilkada serentak 2024 dilakukan pada 27 November nanti.

Lalu apakah Putusan MA tentang syarat usia cakada ini wajib dilaksanakan di Pilkada 2024? Bagaimana sikap KPU seharusnya?

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menegaskan Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 mengenai patokan pemisah minimal usia cakada tidak wajib diterapkan pada 2024.

Herdiansyah menjelaskan Putusan MA nan mengubah norma dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2020 itu bertentangan dengan UU Pilkada nan menjadi patokan payungnya. Dia mengatakan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada berbunyi:

"Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kudu memenuhi persyaratan berumur paling rendah 30 (tiga puluh tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota."

Herdiansyah menyatakan di dalam pasal UU Pilkada itu jelas menggunakan kata "calon", sehingga  syarat usia minimal 30 tahun dalam UU Pilkada semestinya dimaknai sejak sesorang berstatus sebagai calon alias saat seseorang nan mendaftar/didaftarkan partai politik ke KPU ditetapkan sebagai calon definitif oleh KPU.

Oleh karena itu, Herdiansyah berkesimpulan Putusan MA itu bertentangan (conflict of norm) dengan UU Pilkada.

Dia mengatakan di dalam logika norma dikenal prinsip lex superior derogat legi inferiori yang berarti 'peraturan lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan nan lebih tinggi'.

"Maka dalam situasi seperti ini, kita kudu tunduk pada patokan norma nan secara jenjang derajatnya lebih tinggi, dalam perihal ini UU Pilkada," kata Herdiansyah kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/6).

Presiden Joko Widodo (kedua kiri) disaksikan Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kiri) dan putranya, Gibran Rakabuming Raka (ketiga kiri) dan Kaesang Pangarep (ketiga kanan) untuk membuka tuwuhan dan memasang Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berbareng Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kiri) serta dua putra laki-lakinya ialah Gibran Rakabuming Raka (ketiga kiri) dan Kaesang Pangarep (ketiga kanan) dalam sebuah aktivitas family beberapa tahun lalu. ( ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Dia pun menyarankan agar KPU mengabaikan putusan MA itu untuk tetap merujuk kepada UU Pilkada. Dia menyebut selama ini norma nan dibuat dalam PKPU sudah selaras dengan UU pilkada.

"Jadi KPU bisa mengabaikan putusan MA namalain tidak perlu dijalankan," ujarnya.

Menurut Herdiansyah, jika KPU mengikuti Putusan MA itu dan mengabaikan UU Pilkada, maka itu menunjukkan logika norma lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia rusak.

Herdiansyah beranggapan KPU tidak bisa berkilah Putusan MA itu berkarakter final dan mengikat sehingga kudu dilaksanakan. Faktanya, kata Herdiansyah, Putusan MA itu sendiri dia lihat juga bermasalah.

"Harus diperiksa langkah berpikir KPU ini, ikut perubahan norma dalam putusan MA alias ikut UU Piilkada," kata dia.

"Kalau mengabaikan UU Pilkada yang notabene derajatnya lebih tinggi, jelas itu keliru. Rusak langkah berpikir norma KPU," imbuhnya.

Baca laman selanjutnya.


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional