TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menegaskan Kementerian BUMN bakal menindak tegas pengurus PT Indofarma (Persero) Tbk. dan anak perusahaan nan bermasalah mengenai penyimpangan berindikasi tindak pidana dalam pengelolaan finansial perusahaan farmasi itu.
"Kita menghormati norma dan kita bakal tindak secara tegas pengurusnya nan bermasalah," ujar Kartika Wirjoatmodjo seperti dikutip Antara, Kamis, 20 Juni 2024.
Seperti diketahui, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah masalah di manajemen Indofarma dan anak perusahaannya, PT IGM. Perusahaan milik negara nan berbisnis di bagian produksi obat dan perangkat kesehatan itu diketahui terjerat pinjaman online alias pinjol nan menimbulkan piutang macet sebesar Rp 124,9 miliar.
Temuan ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 nan disampaikan BPK ke DPR pada Kamis, 6 Juni 2024. BPK juga menemukan sejumlah temuan lain mengenai aktivitas Indofarma nan menyebabkan kecurangan alias kerugian pada perusahaan farmasi tersebut.
“Ditemukan bahwa PT Indofarma Tbk dan PT IGM melakukan pengadaan perangkat kesehatan tanpa studi kepantasan dan penjualan tanpa analisa keahlian finansial customer,” ungkap Ketua BPK, Isma Yatun. Lantas, gimana ceritanya Indofarma dapat terlilit utang pinjol?
Kronologi Indofarma Terlilit Pinjol
Berdasarkan laporan Majalah Tempo berjudul “Apa Saja Modus Korupsi Indofarma”, temuan fraud di BUMN ini berasal dari para auditor negara nan menjalankan pemeriksaan dengan tujuan tertentu alias PDTT pada 2023 di Indofarma. BPK menemukan indikasi kerugian negara hingga total Rp 371,83 miliar dari aktivitas Indofarma selama 2020 hingga semester I 2023.
“BPK menyimpulkan adanya penyimpangan nan berindikasi tindak pidana oleh pihak-pihak mengenai dalam pengelolaan finansial Indofarma,” kata Wakil Ketua BPK Hendra Susanto pada Selasa, 21 Mei 2024.
Menurut arsip audit nan diperoleh Tempo, salah satu indikasi kerugian Indofarma muncul dari penyimpangan jual-beli perangkat kesehatan pada anak upaya Indofarma, PT Indofarma Global Medika alias IGM.
IGM disebutkan menjual perangkat kesehatan kepada perusahaan terafiliasi, PT Promosindo Medika alias Promedik. Padahal Promedik tak punya keahlian membayar.
Atas persetujuan IGM, Promedik lampau menjual sebagian besar perangkat kesehatan itu kepada suatu perusahaan nan baru didirikan dan belum berpengalaman. Dalam proyek ini, terjadi piutang macet Rp 124,9 miliar.
Agar pembayaran piutang tersebut terlihat tidak macet, PT IGM pun melakukan rekayasa pembayaran. Caranya, IGM meminta Promedik meminjam duit sebesar Rp 24,5 miliar untuk kemudian disetorkan ke IGM, nan seolah-olah menjadi biaya pelunasan piutang. IGM juga menjamin pinjaman Promedik itu dengan simpanan senilai Rp 36,5 miliar.
Iklan
Setelah itu, IGM meminjam duit di luar sistem pembukuan kepada platform pinjaman online sebesar Rp 69,7 miliar. Pinjaman itu dilakukan dengan menggunakan nama IGM dan pegawai IGM. Dana pinjaman tersebut kemudian ditransfer ke IGM sebesar Rp 43,7 miliar, seolah-olah sebagai pembayaran piutang upaya Promedik.
Sepanjang 2021-2023, unit upaya ini mengeluarkan duit sebesar Rp 157,2 miliar bagi sejumlah pihak, secara langsung dan tidak. Dana tersebut mengalir salah satunya ke PT Cerita Teknologi Indonesia (CIT), sebuah perusahaan pinjaman berbasis aplikasi online, sebesar Rp 5 miliar.
Saat diperiksa BPK, PT CIT membenarkan bahwa biaya nan mereka terima dari IGM bukanlah duit hasil transaksi jual-beli. Mereka mengatakan duit itu adalah duit pelunasan utang sebesar Rp 75,1 miliar plus Rp 4,1 miliar.
IGM diketahui mencairkan pinjaman dari CTI sebesar Rp 49,7 miliar pada 11 Januari 2022 dan Rp 19,9 miliar pada 24 Januari 2022. Dana pinjaman itu kemudian ditransfer ke Promedik sebesar Rp 44 miliar.
Adapun Rp 25 miliar lainnya ditransfer langsung oleh CTI ke PT Izdihar Karya Setia (IKS) alias Izdi Communication sesuai dengan permintaan Manajer Keuangan dan Akuntansi IGM 2021-2022, Cecep Setiana Yusuf, serta Manager Finance and Accounting IGM Februari 2022-Juni 2023, Bayu P. Erdhiansyah.
Selain terjerat pinjaman online, terdapat sejumlah aktivitas Indofarma nan terindikasi menimbulkan fraud alias kerugian. Antara lain transaksi jual beli fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG), penempatan biaya simpanan atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus), penggadaian simpanan pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, serta menampung biaya restitusi pajak pada rekening bank nan tidak dilaporkan di laporan finansial dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan.
Selain itu, ada aktivitas mengeluarkan biaya tanpa underlying transaction, menggunakan kartu angsuran perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan pembayaran kartu angsuran alias operasional pribadi, melakukan windows dressing laporan finansial perusahaan, serta bayar asuransi purna kedudukan dengan jumlah melampaui ketentuan.
“Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG,” tulis BPK dalam hasil auditnya di IHPS tersebut.
RADEN PUTRI | TIM TEMPO
Pilihan Editor: Ini 13 'Dosa' Indofarma Menurut BPK: dari Pinjol sampai Gadaikan Deposito