KY Tak Bisa Anulir Putusan Usia Cakada Meski Hakim MA Langgar Etik

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Yudisial (KY) mengaku tak bisa menganulir putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai syarat usia calon kepala wilayah meskipun pengadil nan memutus perkara itu terbukti melanggar kode etik.

Hal itu disampaikan Anggota dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam konvensi pers di Gedung KY, Jakarta, Kamis (4/7).

Mulanya, Mukti menanggapi perihal perkara ini nan dinilai terdapat aspek politis. Menurutnya, KY hanya berfokus pada aspek dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku pengadil (KEPPH). Hal itu, kata Mukti, nan menjadi pemisah kewenangan KY dalam memeriksa hakim.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi opini dan spekulasi nan di masyarakat terjadi itu bakal bisa terjawab jika memang ada kaitannya dengan pelanggaran KEPPH," ujar Mukti.

"Untuk kasus ini, tim pengawasan pengadil melakukan penanganan dengan meminta keterangan beberapa pihak untuk memandang ada pelanggaran etik di kembali putusan tersebut alias tidak," sambung Mukti.

Mukti menjelaskan bahwa putusan pengadil itu mempunyai kekuatan hukum. Hal itu selaras dengan sistem norma dan peradilan nan bertindak di Indonesia.

"Apabila nantinya misalnya ada pelanggaran kode etik nan dilakukan oleh Majelis Hakim, maka kewenangan KY hanya sampai memeriksa apalagi mungkin juga sampai memberi hukuman jika memang terbukti bersalah kepada Majelis Hakim. Tetapi putusannya tetap berlaku. Ini bukan kewenangan Komisi Yudisial ya," jelas Mukti.

Dalam kesempatan nan sama, Anggota KY Joko Sasmito juga memberikan keterangan senada mengenai putusan pengadil tersebut.

"Yang dilakukan oleh Komisi Yudisial untuk mengawasi pengadil tentang dugaan pelanggaran kode etik, walaupun memang putusan itu dugaan pelanggaran etiknya itu terbukti, tetapi Komisi Yudisial tidak mempunyai kewenangannya ya untuk katakanlah merubah dari putusan nan sudah diputus oleh Majelis Hakim," tutur Joko.

Selain itu, Joko menjelaskan bahwa merujuk pada Peraturan KY Nomor 2 Tahun 2015, pihak nan pertama kali dilakukan pemeriksaan adalah pelapor, lampau saksi-saksi mengenai hingga ahli.

Ia mengatakan pemeriksaan terhadap pengadil terlapor dilakukan setelah laporan itu telah dinyatakan ada dugaan pelanggaraan nan cukup kuat untuk ditindaklanjuti.

"Kalau dugaan pelanggaran etiknya itu kuat, baru dilakukan pemeriksaan kepada para terlapor," kata Joko.

"Jadi misalnya, jika misalnya hasil pemeriksaan pembukaan termasuk hasil pemeriksaan lanjutan itu dugaan pelanggaran etiknya itu tidak kuat alias dinyatakan tidak bisa ditindaklanjuti, biasanya tidak dilanjutkan pemeriksaan kepada para telapor," sambung Joko.

Dalam perkara ini, KY mengatakan tim pengawasan pengadil tengah melakukan penanganan dengan meminta keterangan beberapa pihak, termasuk ahli. Hal itu dilakukan untuk memandang apakah ada pelanggaran etik di kembali pertimbangan putusan tersebut.

MA dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 mengabulkan permohonan Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) mengenai dengan minimal batas usia calon kepala daerah.

MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.

Oleh karena itu, MA menyatakan bahwa pasal dalam PKPU tersebut tidak mempunyai kekuatan norma sepanjang tidak dimaknai "... berumur paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati alias calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih".

Pada akhir putusan-nya, MA juga memerintahkan KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020.

(pop/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional