TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memproyeksikan perekonomian Indonesia nan direfleksikan Produk Domestik Bruto (PDB), tumbuh 5,15 persen year-on-year (yoy) pada triwulan pertama 2024.
“Kondisi perekonomian domestik dipenuhi beragam peristiwa selama tiga bulan pertama tahun 2024. Penyelenggaraan Pemilu, dibarengi dengan adanya beberapa periode libur panjang, mempunyai potensi untuk mendorong tingkat konsumsi secara umum,” kata ahli ekonomi LPEM FEB UI Teuku Riefky di Jakarta, Sabtu, 4 Mei 2024.
Ia menuturkan bahwa seremoni bulan suci Ramadan dan hari raya Idul Fitri juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi domestik lebih lanjut.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa realisasi investasi jauh melampaui sasaran selama triwulan pertama 2024, ialah meningkat sebesar 22,1 persen yoy menjadi Rp401,5 triliun dengan investasi langsung asing (FDI) menyumbang lebih dari separuh dari total investasi.
Menurutnya, perihal ini mencerminkan tingkat kepercayaan penanammodal terhadap prospek ekonomi Indonesia saat ini.
“Berdasarkan perihal tersebut, kami memproyeksikan PDB tumbuh sebesar 5,15 persen yoy di triwulan I 2024 dengan kisaran proyeksi 5,12-5,17 persen yoy serta 5,1 persen sepanjang tahun fiskal 2024 dengan kisaran proyeksi 5-5,1 persen,” ucap Riefky.
Meskipun konsumsi domestik dan realisasi investasi meningkat, dia menyatakan bahwa tetap terdapat beragam tantangan ekonomi selama kuartal I tahun ini, terutama dari sektor perdagangan ekspor dan impor.
Iklan
Ia menyatakan bahwa terdapat penurunan neraca perdagangan, terlihat dari surplus perdagangan nan merosot sebesar 39,4 persen yoy menjadi 7,34 miliar dolar AS.
Hal tersebut terjadi lantaran penurunan ekspor lebih signifikan dibandingkan dengan impor sebagai akibat dari perlambatan ekonomi Tiongkok dan nilai komoditas nan lebih rendah.
Riefky juga menuturkan bahwa terjadi aliran keluar modal dari pasar obligasi Indonesia sebesar 1,89 miliar dolar AS lantaran perubahan ekspektasi terhadap kebijakan suku kembang The Fed dan ketidakpastian geopolitik global.
Selain itu, persediaan devisa juga turun nyaris 6 miliar dolar AS sejak Desember 2023 sehingga meningkatkan tantangan dalam menstabilkan rupiah.
“Ke depannya, Indonesia bakal menghadapi tantangan untuk mengelola akibat dari pasar dunia nan tidak stabil, sehingga perlu manajemen kebijakan ekonomi dan moneter nan hati-hati untuk menghadapi tekanan eksternal ini,” ujarnya.
Pilihan Editor: Rapat Dewan Gubernur BI Akan Turut Evaluasi Perkembangan Ekonomi Global