Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan pendidikan tinggi tetap krusial untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul meskipun tidak semua orang kudu berkuliah di perguruan tinggi.
Hal ini dia sampaikan merespons perdebatan soal kuliah sebagai kebutuhan tersier namalain tidak wajib nan sedang hangat di tengah-tengah masyarakat saat ini.
"Menurut saya, tidak semua orang kudu masuk perguruan tinggi, tapi perguruan tinggi itu juga penting, lantaran kita kudu menyiapkan sumber daya manusia nan unggul," kata Ma'ruf di sela-sela kunjungan kerjanya di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) nan disiarkan di kanal YouTube Wakil Presiden RI, Rabu (22/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ma'ruf lantas berambisi masyarakat tidak perlu lagi memperdebatkan lagi istilah kuliah sebagai kebutuhan tersier alias sebaliknya.
"Istilah tersier itu kemudian jadi masalah nan sebaiknya nggak usah kita gunakan istilah itu. Tapi, istilahnya lebih pada kebutuhan kita dan tidak semua orang kudu masuk perguruan tinggi. Barangkali dicairkan saja," kata dia.
Selain itu, Ma'ruf menegaskan perlunya pembiayaan secara proporsional agar duit kuliah tunggal (UKT) tidak terlalu membebani mahasiswa. Sebab, pendidikan tinggi merupakan petunjuk konstitusi nan kudu dijalankan.
Karenanya, dia mengusulkan agar pengedaran beban biaya pendidikan kudu proporsional antara pemerintah, mahasiswa, dan perguruan tinggi sesuai keahlian masing-masing.
"Solusi-solusi pemerintah nan menanggung [uang kuliah] seluruhnya tidak mungkin, belum bisa," kata dia.
"Menurut saya, solusinya ya dibagi ini. Harus menjadi beban pemerintah sesuai dengan kemampuan, menjadi beban mahasiswa sesuai dengan kemampuan, dan menjadi beban perguruan tinggi melalui badan-badan upaya nan dikembangkan untuk menanggung sebagian," tambahnya.
Ia meyakini persoalan mahalnya biaya kuliah bakal bisa diatasi jika proporsionalitas pembiayaan terbangun diantara ketiga pihak tersebut.
Mantan Ketua Umum MUI ini juga meminta agar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) bisa mencari solusi pengganti untuk pembiayaan pendidikan.
"Perguruan tinggi juga diberi pembelaan lah agar bisa mengembangkan usahanya sebagai badan hukum. Jadi, perguruan tinggi juga jangan hanya [mengejar bebasnya]. Kan PTNBH itu dia bebas. Jangan hanya bebasnya saja, bisa melakukan ini-ini lantaran dia badan hukum, tapi tanggung jawabnya enggak, gitu kan. Itu juga tidak fair," ujarnya.
Sebelumnya Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie sempat menyatakan pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier alias pilihan nan tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun ialah dari SD, SMP hingga SMA.
Pernyataan itu disampaikannya ketika merespons banyaknya protes soal biaya UKT. Namun pernyataan itu menuai banyak protes dari sejumlah pihak, terutama dari mahasiswa.
"Dari sisi nan lain kita bisa memandang bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," kata Tjitjik di Kantor Kemendikbud, Rabu (16/5).
"Siapa nan mau mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib," imbuhnya.
(rzr/DAL)
[Gambas:Video CNN]