Mahfud soal RUU MK: Saldi, Enny, Suhartoyo Bisa Langsung Diberhentikan

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai RUU MK nan tengah digodok di gedung parlemen saat ini memuat pasal kontroversial.

Salah satunya adalah mengenai bakal beleid pengadil bisa ditarik oleh lembaga pengusul masing-masing.

Mantan Menteri Koordinator bagian Politik Hukum dan Keamanan ini menilai andaikan RUU MK itu disahkan jadi undang-undang, bisa saja sejumlah pengadil MK mendadak langsung diberhentikan lembaga pengusulnya: Presiden, DPR, alias Mahkamah Agung (MA).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Juru Bicara Hakim MK Enny Nurbaningsih yang datang dari lembaga pengusul Presiden, serta Ketua MK Suhartoyo yang datang dari lembaga pengusul MA. Mereka, kata Mahfud, bisa saja langsung diberhentikan namalain ditarik lembaga pengusul masing-masing ketika RUU MK disahkan jadi undang-undang.

Hal itu akibat dalam patokan peralihan RUU MK nan tengah digodok di DPR. Mahfud mengaku saat dirinya menjabat Menko Polhukam dalam kabinet pemerintahan Jokowi, dirinya menolak pembahasan RUU itu lantaran dikhawatirkan mengganggu independensi pengadil jelang Pilpres 2024.

"Saya menolak pengesahan RUU MK itu, terutama mengenai peraturan peralihan pasal 87, lantaran waktu itu isinya menurut saya tidak umum. nan umum itu jika ada patokan baru, nan sudah ada itu dianggap sah sampai selesainya masa tugas," kata Mahfud dalam keterangan video nan disiarkan via fitur reel IG miliknya, dikutip Rabu (15/5).

"Di RUU itu disebutkan dengan berlakunya UU itu maka pengadil MK nan sudah menjadi pengadil lebih lima tahun dan belum 10 tahun itu, bakal alias kudu dimintakan konfirmasi ke lembaga nan mengusulkannya. itu saya tidak setuju waktu itu, lantaran bisa mengganggu independensi pengadil MK, pada waktu itu sedang menjelang pilpres [Pilpres 2024]," imbuh eks Cawapres nomor urut 3 tersebut.

Konsekuensi untuk lanjut alias ditarik terhadap ketiganya merujuk pada bunyi klausul Pasal 23A RUU MK nan mengatur soal pertimbangan pengadil mahkamah.

Pasal itu menyebut pengadil mahkamah maksimal hanya bisa menjabat selama 10 tahun dan dievaluasi setiap lima tahun. Artinya, setiap lima tahun, hakim MK wajib dikembalikan ke lembaga pengusul ialah Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung untuk dievaluasi kembali.

"Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, setelah lima tahun menjabat wajib dikembalikan ke lembaga pengusul nan berkuasa untuk mendapatkan persetujuan untuk melanjutkan jabatannya," demikian bunyi Ayat 2 Pasal 23A RUU MK.

Sementara pada Pasal 87 RUU MK mengenai sistem peralihan berakibat akibat bagi Saldi, Enny, dan Suhartoyo untuk bisa dievaluasi karena ketiganya sudah menjabat lebih dari lima tahun, dan kurang dari 10 tahun.

Jika tidak ditarik alias dihentikan, Suhartoyo bakal memasuki masa pensiun sebagai pengadil MK pada tahun depan. Sedangkan, Saldi menyisakan masa kedudukan hingga 2027 dan Enny hingga 2028.

Pasal 87 RUU MK menyebut pengadil konstitusi nan telah menjabat selama lima tahun dan kurang dari 10 tahun hanya dapat melanjutkan masa jabatannya terhitung sejak tanggal penetapan dirinya sebagai pengadil MK, dan dengan syarat disetujui lembaga pengusul.

Keputusan di tangan Presiden dan MA

Menurut Mahfud, andaikan RUU MK itu disahkan jadi undang-undang, maka nasib tiga pengadil MK ialah Saldi, Enny, dan Suhartoyo tersebut tergantung keputusan lembaga pengusul masing-masing ialah Presiden dan MA.

Mereka, sambungnya, bisa berakhir dan juga bisa saja diputuskan lembaga terkait--Saldi dan Enny oleh Presiden, dan Suhartoyo oleh MA--untuk lanjut kembali hingga berakhirnya masa tugas.

"Tapi bisa juga langsung diganti. Itu bisa juga. Nanti silakan aja [keputusan lembaga pengusul masing-masing]," kata Mahfud.

Menurut Mahfud, sebaliknya jika lembaga pengusul masing-masing itu memutuskan Saldy, Enny, dan Suhartoyo tetap bekerja, dia menilai itu sebagai bagian dari politik etis.

"Nah jika ketiga pengadil MK ini Saldi, Enny, dan Suhartoyo tetap sesudah dimintakan konfirmasi dinyatakan tetap boleh bekerja sampai berhujung masa SK-nya,," kata Mahfud.

"Itu bisa menjadi politik etis bagi pemerintah, untuk menunjukkan 'bahwa kami tidak bakal mecat kok, meski aturannya begitu'. Meskipun, saya tidak tahu perkembangan berikutnya [dari berlakunya RUU MK tersebut]," imbuhnya.

Selain tiga pengadil nan disinggung Mahfud itu enam lain ialah Anwar Usman dan Ridwan Mansyur berasal dari lembaga pengusul MA, kemudian Daniel Yusmic dari lembaga pengusul Presiden. Tiga pengadil lainnya adalah Arief Hidayat, Arsul Sani, dan Guntur Hamzah dari lembaga pengusul DPR.

Mereka tak kena akibat dari aturan peralihan dalam RUU MK jika disahkan jadi undang-undang.

Anwar telah menjabat lebih dari 10 tahun ialah sejak 2011 lalu, dan bakal pensiun 3 tahun lagi. Arief juga sudah lebih dari 10 tahun jadi pengadil MK sejak 2013 silam dan bakal pensiun dua tahun lagi.

Sisanya baru menjabat sebagai pengadil MK kurang dari lima tahun ialah Daniel sejak 2020, Guntur sejak November 2022, serta Arsul dan Ridwan Mansyur sejak November 2023.

Sebelumnya, Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Komisi III DPR diam-diam menggelar rapat pengesahan tingkat satu dan menyepakati revisi UU MK perubahan keempat dibawa ke tingkat dua. Revisi UU MK sekarang selangkah lagi disahkan menjadi UU.

Sebenarnya, pengesahan revisi UU MK sempat ditunda lantaran menuai penolakan sejumlah pihak. Namun, sekarang dilanjutkan dengan memuat pasal-pasal nan dianggap problematik. Mulai dari pertimbangan pengadil oleh lembaga pengusul hingga memasukkan unsur perwakilan lembaga di MKMK.

Sejumlah pertanyaan pun mencuat dari akademisi hingga pemerhati norma dan politik. Apa urgensi dari revisi UU MK? Mengapa pembahasan dilakukan ketika masa reses? Atau, apa motif kreator UU memasukkan unsur perwakilan lembaga di MK?

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai DPR mau mengkerdilkan peranan Mahkamah Konstitusi (MK) lewat revisi Undang-undang MK nan sekarang tinggal disahkan di Rapat Paripurna DPR.

"Yang menonjol dari kecenderungan DPR ini justru sikap mau mengerdilkan MK," kata Lucius kepada CNNIndonesia.com, Selasa (14/5).

Lucius menduga revisi UU MK oleh DPR sebagai tanda para wakil rakyat itu mau mencari jalan untuk mengendalikan MK secara legal.

[Gambas:Instagram]

Sementara itu, Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah 'Castro' meyakini ada motif terselubung dari revisi UU MK. Terlebih, revisi UU MK ini dibahas secara diam-diam di masa reses. Dia pun menduga motif utama revisi UU MK adalah untuk mengkooptasi dan mengendalikan hakim-hakim konstitusi.

Menurut Herdiansyah kemauan DPR mengkooptasi MK bukan tanpa tujuan. Apalagi, MK punya peran strategis dalam menentukan nasib produk legislasi DPR nan masuk meja sidang.

"Upaya kooptasi terhadap MK, agar sejalan dengan selera subjektif lembaga-lembaga pengusulnya, terutama DPR dan Pemerintah," kata dia, Rabu ini.

(thr/kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional