Masyarakat Adat Papua Serahkan Petisi ke MA soal Perkara Hutan Adat

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Masyarakat budaya dari Suku Awyu, Papua Selatan dan Moi Sigin, Papua Barat Daya berbareng para aktivis menyerahkan 253.823 tanda tangan dalam petisi support untuk suku Awyu dan Moi kepada Mahkamah Agung (MA) pada Senin (22/7).

Mereka mempertanyakan perkembangan perkara nan diajukan pejuang lingkungan hidup dari Suku Awyu dan Moi Sigin ke MA.

Advokat Suku Awyu sekaligus ahli kampanye rimba untuk Greenpeace Indonesia, Sekar Banjaran Aji mengatakan petisi berisi lebih dari dua ratus ribu tanda tangan tersebut diterima lima orang perwakilan dari MA, empat di antaranya nan bekerja di Humas MA.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan petisi tersebut, Sekar mengatakan pihaknya mau mengingatkan ke Hakim Agung bahwa perkara ini merupakan perkara nan penting.

"Dari obrolan tadi, setelah kami sampaikan petisinya dan juga kami menyampaikan gimana pentingnya pengamanan rimba untuk suku Awyu dan suku Moi dan pentingnya MA untuk berpihak untuk keadilan masyarakat adat," ujar Sekar saat ditemui di lokasi, Senin.

Dihubungi terpisah, Kepala Biro Humas MA Sobandi mengatakan pihaknya telah menerima petisi tersebut.

"Iya betul diterima humas MA," kata Sobandi kepada CNNIndonesia.com.

Sekar menjelaskan dari sejumlah perkara nan diajukan ke MA, baru satu perkara saja nan telah diterima dan diberikan nomor perkara oleh lembaga pengadilan itu. Ia menyebut tidak mengetahui proses penanganan perkara lainnya.

Dalam kesempatan itu, Sekar turut menyinggung perkara syarat usia minimal calon kepala wilayah nan dinilai sangat sigap penanganannya di MA.

"Dari update itu, dari MA, kita sebenarnya tahu bahwa gimana susahnya mengakses keadilan bagi masyarakat adat. Teman-teman pasti tahu ada banyak kasus nan barusan saja, MA misalnya memutus soal kepala wilayah begitu cepat, apalagi enggak sampai 1 minggu. Tapi giliran kasus masyarakat budaya berbulan-bulanan, nyaris lebih dari tiga bulan baru kasusnya dapat nomor. Itu apalagi belum nunggu putusan," tutur Sekar.

Oleh lantaran itu pihaknya menanyakan argumen di kembali lambannya proses penanganan perkara di MA ini.

Ia mengaku diberi penjelasan bahwa proses nan ada di MA memang memerlukan waktu.

"Jadi mereka bilang bahwa itu prosesnya lama lantaran proses manajemen MA nan berbelit. Jadi proses pengiriman berkas misalnya itu dilakukan via pos nan itu memerlukan waktu lama, antri di proses administrasinya MA. Karena sebelum penomoran itu kudu pengecekan. Nah, dalam proses itu memerlukan waktu nan lama menurut mereka," kata Sekar.

Sekar jelas menyayangkan perihal itu. Menurut dia, beda waktu penanganan perkara ini tidak adil.

"Dan dalam konteks ini ketika masyarakat budaya tidak mendapatkan keadilan maupun pengakuan, kita sebenarnya sedang membuka pintu neraka buat kita sendiri gitu. Karena ya hari ini, rimba masyarakat budaya adalah tempat terakhir kita untuk bisa tembok kita untuk menghadapi krisis ikllim," kata Sekar.

Acara penyerahan petisi ini turut diramaikan dengan masyarakat budaya Papua nan menggunakan busana adat. 

Turut datang sejumlah figur dalam aktivitas penyerahan petisi ini. Di antaranya, Melanie Subono, Farwiza Farhan, Kiki Nasution, dan Pendeta Ronald Rischard Tapilatu, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Extinction Rebellion, Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA), Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL), dan lainnya.

Mereka tampak mengenakan baju budaya dari beragam daerah, mereka membawa banner dan poster bertuliskan sejumlah pesan, seperti "All Eyes on Papua" dan "Selamatkan Hutan Adat dan Manusia Papua".

Dalam keterangan tertulisnya, gugatan pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, Hendrikus Woro itu menyangkut izin kepantasan lingkungan hidup nan dikeluarkan Pemerintah Provinsi Papua untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL). Perusahaan sawit ini mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare, dan berada di rimba budaya marga Woro-bagian dari suku Awyu.

Selain kasasi perkara PT IAL ini, sejumlah masyarakat budaya Awyu juga sedang mengusulkan kasasi atas gugatan PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya, dua perusahaan sawit nan juga sudah dan bakal berekspansi di Boven Digoel, atas keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Putusan MA bakal menentukan nasib rimba hujan seluas 65.415 hektare di konsesi PT KCP dan PT MJR.

Lalu, sub suku Moi Sigin melawan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) nan bakal membabat 18.160 hektare rimba budaya untuk perkebunan sawit. PT SAS menggugat pemerintah pusat lantaran mencabut izin pelepasan area rimba dan izin upaya mereka. Masyarakat Moi Sigin melawan dengan menjadi tergugat intervensi dalam perkara tersebut.

(pop/kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional