TEMPO.CO, Jakarta - Realisasi penerimaan perpajakan nasional di wilayah Jakarta mencapai Rp 538,47 triliun per Mei 2024. Penerimaan pajak ini sudah mencapai 40,88 persen dari sasaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Akan tetapi, realisasi penerimaan pajak Jakarta mengalami kontraksi alias turun secara tahunan. Penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 12,66 persen akibat penurunan di seluruh jenis pajak," kata Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan I, Toto Hari Saputra dalam konvensi pers Alco Regional Jakarta pada Jumat, 28 Juni 2024 nan dikutip melalui keterangan resmi.
Realisasi pajak penghasilan (PPh) non-migas tercatat Rp 311,08 triliun alias 42,95 persen dari target. Angka ini turun sebesar 13,26 persen secara tahunan alias year-on-year (yoy). Pada Mei 2024, kata Toto penerimaan PPh non-migas turun lantaran penerimaan PPh Pasal 25 badan/korporat di wajib pajak prominen.
Kemudian, realisasi pajak pertambahan nilai (PPN) dilaporkan sebesar Rp 196,85 triliun alias 39,35 persen dari target. Realisasi PPN juga mengalami penurunan 9,74 persen yoy, akibat kenaikan restitusi dan penurunan PPN impor.
Sementara itu, PPh migas mencatatkan realisasi penerimaan Rp 29,16 triliun alias 38,19 persen dari target. Penerimaan PPh migas juga turun sekitar 20,64 persen yoy. Penurunan ini, kata Toto terjadi lantaran adanya moderasi nilai komoditas seperti batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO). Sedangkan penerimaan pajak bumi dan gedung (PBB) serta pajak lainnya terealisasi Rp 1,36 triliun alias 8,43 persen dari target.
Toto menyebut, kebanyakan jenis pajak utama tetap tumbuh positif dengan pertumbuhan tertinggi pada PPh Pasal 21 ialah 27,59 persen. Terutama pajak-pajak transaksional alias non-PPh Badan. "Perpajakan DKI Jakarta tetap stabil, ditopang oleh pajak transaksional sektor non komoditas menunjukkan underlying economic activity nan resilient," katanya.
Penerimaan kepabeanan dan cukai
Iklan
Penerimaan kepabeanan dan cukai Jakarta per Mei 2024 mencapai Rp 8,45 triliun alias 30,5 dari sasaran APBN 2024. Penerimaan kepabeanan dan cukai Jakarta termoderasi sebesar 11,88 persen. Hal ini disampaikan oleh M. Hilal Nur Sholihin dari Kantor Wilayah Kepabeanan dan Cukai Jakarta dalam agenda nan sama.
Realisasi penerimaan bea keluar sebesar Rp 130 milliar alias mencapai 137,31 persen dari target. Hilal mengatakan, pertumbuhan ini dipengaruhi oleh peningkatan penerimaan atas Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK) untuk komoditas turunan CPO.
Sementara itu, realisasi bea masuk mencapai Rp 8,12 triliun alias 30,15 persen dari target. Bea masuk mengalami penurunan sebesar 13,17 persen yoy. Hilal menjelaskan, persetujuan impor besi baja API-U dan ban API-U tetap belum terbit, sehingga penerimaan bea masuk dari komoditas besi dan baja tertunda. Sedangkan penerimaan bea masuk dari komoditas utama seperti plastik corak asal turun 10,90 persen dan mobil turun 49,12 persen.
Kemudian, realisasi cukai dilaporkan sebesar Rp 190 millliar per Mei 2024 alias 28,93 persen dari target. Namun, realisasinya juga mengalami penurunan sebesar 7,78 persen yoy. Hilal mengatakan, perpindahan kontributor utama untuk cukai dari Jakarta menyebabkan penerimaan cukai hasil tembakau turun 5,14 persen yoy.
"Mayoritas penerimaan cukai MMEA (minuman nan mengandung Etil alkohol) berasal dari impor MMEA, sehingga publikasi kuota impor MMEA nan tertunda mempengaruhi penurunan penerimaan cukai MMEA 8,43 persen yoy."
Pillihan Editor: Sempat Henti Layan Sejak Pagi, Layanan DJP Sudah Bisa Kembali Diakses