Mendag Revisi Aturan Larangan Campur Gula Rafinasi

Sedang Trending 2 hari yang lalu

MENTERI Perdagangan Budi Santoso menyatakan bakal merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) untuk menambahkan klausul larangan praktik pencampuran gula kristal rafinasi (GKR) dengan bahan kimia tertentu untuk menghasilkan gula kristal putih (GKP). “Di lapangan itu ditemukan adanya gulavit, artinya GKR dicampur dengan bahan kimia,” kata Budi dalam rapat kerja berbareng Komisi VI DPR, Senin, 29 September 2025.

Adapun revisi patokan nan dimaksud Budi adalah Permendag Nomor 17 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01 Tahun 2019 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi. Budi mengatakan rencana pemberlakuan larangan itu didasarkan oleh temuan lapangan satuan tugas pangan nan menemukan indikasi praktik penggunaan gula rafinasi sebagai bahan baku gula putih. “Seolah-olah melalui proses industri,” kata dia. 

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Meskipun Kementerian Perdagangan tengah mengkaji memasukkan norma larangan dalam revisi permendag, Budi menyatakan tetap bakal berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian sebagai lembaga pembina industri. 

Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono memperingatkan adanya kebocoran gula kristal rafinasi (GKR) ke pasar rumah tangga nan membikin nilai gula petani jatuh dan serapan macet hingga 100 ribu ton. Gula rafinasi dijual Rp 12-13 ribu per kilogram, lebih murah dibanding gula petani Rp 14.500 per kilogram. Akibatnya, gula petani menumpuk di gudang, seperti di Pabrik Gula Assembagoes Situbondo.

Padahal menurut dia, pemerintah mengucurkan Rp 1,5 triliun melalui BUMN pangan untuk menyerap gula petani, meniru skema Bulog dalam membeli gabah. Sudaryono menegaskan kebijakan ini bagian dari sasaran swasembada pangan Presiden Prabowo Subianto agar Indonesia tak mengimpor beras, jagung, dan gula konsumsi tahun ini.

Perembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi sudah terjadi bertahun-tahun meski Peraturan Menteri Perdagangan 2019 melarangnya. Pengawasan lemah mendorong praktik ilegal, sementara kuota impor rafinasi dinilai berlebihan.

Asosiasi Petani Tebu Rakyat menilai pemerintah perlu mengevaluasi pemisahan pasar gula konsumsi dan rafinasi. Peneliti CORE, Eliza Mardian, menilai oversupply impor jadi penyebab utama kebocoran. Gula rafinasi sejatinya diperuntukkan industri makanan-minuman dengan standar kemurnian tinggi, bukan konsumsi rumah tangga. Meski kandungan kalorinya sama dengan gula biasa, master gizi IPB Hardinsyah mengingatkan konsumsi berlebihan bisa memicu kegemukan dan hiperglikemia. Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan menegaskan pemerintah mengevaluasi rantai pasok gula agar GKR tidak lagi merembes ke pasar rumah tangga.

Han Revanda dan Lani Diana berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis