Mendung Hari Lingkungan di Tengah Izin Tambang Ormas dan Korupsi Timah

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Hari Lingkungan Hidup Sedunia jatuh pada hari ini, Rabu (5/6), ketika Indonesia sedang terlilit sejumlah masalah dan polemik ekologi nan serius.

Tiga orang personil Suku Tobelo Dalam alias O'Hongana Manyawa menyambangi letak pertambangan Kaorahe di wilayah rimba Halmahera, Maluku Utara (Malut), beberapa hari lalu.

Suku Tobelo yang juga dikenal sebagai Suku Togutil, sangat jarang menampakkan diri ke tengah-tengah masyarakat. Tak ayal, peristiwa yang terekam video ini viral media sosial. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada nan menyatakan peristiwa itu sebagai tanda ketidakberesan. Diduga, keluarnya personil Suku Togutil dikarenakan ruang hidupnya yang mulai terancam akibat perambahan hutan.

Sementara itu dari Istana Kepresidenan, Presiden Jokowi memberikan izin tambang untuk ormas keagamaan. Selain lantaran rumor bagi-bagi jatah, kebijakan ini disoroti lantaran potensi kerusakan lingkungan akibat tambang dikelola pihak nan bukan ahlinya.

Potensi bentrok antara ormas keagamaan dengan penduduk sekitar tambang juga menjadi perhatian. Selain itu, ada persoalan patokan nan tak sesuai Undang-Undang Mineral dan Batubara.

Publik Indonesia juga dibentak dengan kasus korupsi PT Timah nan ditaksir menimbulkan kerugian lingkungan hingga Rp271 triliun. Belakangan ini, Kejaksaan Agung menyatakan kerugian negara mencapai Rp300 triliun akibat kasus ini.

Kado tambang untuk ormas

Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024. Regulasi tersebut memberi karpet merah untuk ormas keagamaan untuk mengurus pertambangan.

Pemerintah memperbolehkan ormas keagamaan mengelola wilayah izin upaya pertambangan unik (WIUPK). Ormas-ormas itu mendapatkan prioritas penawaran dari pemerintah untuk mengelola tambang.

Rere Christanto, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Eknas Walhi, mengatakan ada sejumlah masalah dalam kebijakan ini. Pertama, kebijakan ini tak sesuai dengan patokan di UU Minerba.

Pemberian WIUPK, kata Rere, tetap kudu melalui lelang. Memang ada prioritas, tetapi untuk BUMN dan BUMD, bukan untuk ormas keagamaan.

"Ini kemudian menunjukkan bahwa pemerintah bisa dengan mudah melakukan obral kaya sumber daya alam hanya untuk kemudian melakukan soal penundukan alias bagi-bagi kue kepada beragam pihak," kata Rere saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (5/6).

Kebijakan ini dinilai bakal menimbulkan sejumlah musibah lingkungan. Pertama, lantaran kewenangan kelola tambang dipegang ormas keagamaan nan tak berilmu mengelola tambang.

Rere cemas inkompetensi ormas keagamaan mengelola tambang justru bakal merusak lingkungan. Hal lain nan dikhawatirkan adalah para pemain tambang nan coba menunggangi ormas-ormas keagamaan.

"Padahal, nanti, jika terjadi perusakan lingkungan bentrok sosial, nan bakal mendapatkan cap jelek ormas nan menerima izin tambangnya ini. Bahkan malah bisa jadi ormas-ormas ini bisa berkonflik dengan warganya sendiri," ujar Rere.

Jokowi menjelaskan pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan. Dia menegaskan pemberian izin dilakukan dengan ketat dan untuk badan usaha, bukan langsung ke ormas keagamaan.

"Jadi, badan usahanya nan diberikan, bukan ormasnya," ujar Jokowi di Istana Merdeka Nusantara, IKN, Rabu (5/6).

Korupsi timah Rp300 T

Kejaksaan Agung memproses norma kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah tahun 2015-2022. Kerugian negara ditaksir menembus nomor Rp300 triliun.

Kejagung menyebut PT Timah melakukan kerja sama pengelolaan secara terlarangan dengan pihak swasta. Hasil pengelolaan tambang timah dijual kembali kepada PT Timah Tbk sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo membikin taksiran kerugian lingkungan berasas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014.

Dia menyebut kerugian lingkungan mencapai Rp271 triliun. Angka itu terdiri dari kerugian lingkungan ekologis, ekonomi lingkungan, dan biaya pemulihan, baik di area rimba maupun nonhutan.

Rere mengatakan kasus ini sebenarnya menunjukkan lemahnya izin dan pengawasan pemerintah terhadap industri tambang. Keberpihakan pemerintah atas akibat tambang terhadap lingkungan juga terbukti jelek di kasus ini.

"Kasus ini kan menunjukkan kegagalan monitoring dan penegakan norma nan dilakukan oleh Kementerian ESDM sebagai penanggung jawab di urusan pertambangan di Indonesia," ujar Rere.

Kasus ini juga membuka mata publik terhadap akibat jelek pengelolaan tambang timah serampangan di Bangka Belitung. Walhi menyoroti kerusakan masif terumbu karang akibat penambangan timah di lepas pantai.

Merujuk kajian gambaran tahun 2015, ekosistem terumbu karang di Bangka Belitung mencapai 82.259,84 hektare. Lima tahun setelahnya, 64.514,99 hektare ekosistem terumbu karang di laut Bangka Belitung hilang.

Persoalan lainnya adalah lubang jejak tambang alias kolong nan tak direklamasi. Walhi mencatat kolong di Bangka Belitung mencapai 12.607 kolong dengan total luasan 15.579,747 hektare pada 2018.

Kolong tambang menimbulkan korban luka hingga jiwa. Pada 2021-2024, Walhi mencatat 31 orang meninggal bumi akibat kecelakaan tambang dan 22 orang mengalami luka-luka di Babel.

Pada 2020, Walhi telah tegas menyatakan bahwa penghancuran lingkungan hidup tidak bisa lagi dilihat hanya sebagai pelanggaran norma semata.

Praktik tersebut sudah kudu masuk kategori kejahatan ekosida alias kejahatan besar lingkungan hidup oleh korporasi nan semestinya masuk kategori pelanggaran HAM.

Walhi dalam surveinya pada tahun nan sama menyatakan bahwa publik menilai kerusakan lingkungan hidup nan terjadi melibatkan tokoh korporasi dan didukung oleh kebijakan negara.

Korupsi timah bisa jadi mewakili apa nan disebut sebagai praktik ekosida. Namun, potensi kerusakan lingkungan akibat pengelolaan tambang dari ormas agama, juga perlu diperhatikan secara serius. 

Negara penyumbang polusi terbesar

Indonesia juga tetap menghadapi masalah polusi. Pemerintahan Presiden Jokowi mencanangkan Net Zero Emission (NZE) pada 2060 pada COP28 Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), 1 Desember 2023. Namun, sejumlah riset internasional tetap mencatat Indonesia sebagai negara penyumbang polusi terbesar.

Emissions Database for Global Atmospheric Research menyebut Indonesia sebagai salah satu negara penghasil emisi karbon dioksida terbesar tahun 2023. Indonesia duduk di ranking enam dan menyumbang 1,8 persen emisi karbon dunia.

Rere mengatakan perihal ini terjadi lantaran pemerintah abai terhadap akibat perubahan iklim. Solusi-solusi nan ditawarkan di panggung internasional tak dibarengi tindakan nyata.

Pada kenyataannya, pemerintah tetap mengedepankan pembangkit listrik tenaga uap nan berasal dari batubara. Selain itu, pemerintah juga tetap gencar melakukan pembangunan dengan pembukaan lahan hutan.

Padahal, rimba menjadi salah satu kunci menghadapi perubahan iklim. Hutan juga menjadi pencegah musibah ekologis nan belakangan marak terjadi.

"Kalau kemudian ketidakmauan pemerintah untuk segera melakukan penurunan emisi gas rumah kaca, terutama pada sektor daya alias pada sektor lahan, misalnya tetap banyak sekali area utama nan mengalami deforestasi, perubahan iklimnya juga bakal semakin cepat, ini bakal mencapai titik katastropik," ucap Rere.

CNNIndonesia.com telah menghubungi Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana untuk meminta tanggapan terhadap catatan kritis Walhi di Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Namun, Ari tak memberi tanggapan hingga buletin ini tayang.

(dhf/wis)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional