TEMPO.CO, Jakarta - Terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat pada Pemilu 2024, mengungguli lawannya, Kamala Harris rupanya membawa akibat bagi kebijakan ekonomi global, termasuk bagi Indonesia.
Kebijakan proteksionisme nan menjadi karakter unik Trump, dengan semboyan “America First” diperkirakan bakal semakin menekan ekonomi negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sejak awal, kebijakan ekonomi Trump selalu mengutamakan perlindungan industri domestik AS. Sebaliknya, menurunkan ketergantungan pada negara lain. Artinya, Trump bisa menciptakan tekanan bagi negara berkembang nan berjuntai pada ekspor ke AS.
Dinukil dari Antaranews, Dani Rodrik, Profesor Ekonomi dari Harvard, menyebut bahwa proteksionisme negara maju sering kali membatasi ruang mobilitas ekonomi negara berkembang. Bagi Indonesia, kebijakan Trump ini menjadi sinyal untuk memperkuat pasar domestik dan mengurangi ketergantungan pada pasar AS.
Perdagangan Global
Menurut Joseph Stiglitz, ahli ekonomi dan peraih Nobel, kebijakan proteksionisme AS dapat merugikan rantai pasok dunia dan memperlambat pertumbuhan negara berkembang. Proteksionisme meningkatkan biaya produksi dan berakibat pada ketidakstabilan ekonomi di negara-negara nan menjadi bagian dari rantai pasok tersebut.
Bagi Indonesia, perihal ini menjadi tantangan untuk mencari pasar baru alias mengembangkan sektor-sektor ekonomi nan lebih mandiri.
Peluang bagi Indonesia
Kendati kebijakan proteksionisme Trump mengancam, perihal ini juga membuka kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing produk di pasar internasional. Dengan memanfaatkan tekanan dari kebijakan proteksionisme AS, pelaku upaya di Indonesia didorong untuk menciptakan produk berbobot tambah, memperbaiki mutu, dan berinovasi agar lebih kompetitif.
Para ahli, seperti Jeffrey Sachs dari Columbia University, mendorong negara berkembang untuk memperkuat blok perdagangan regional seperti ASEAN agar tercipta pasar nan lebih stabil dan mandiri. Kerja sama regional ini memberi Indonesia kesempatan untuk mengakses pasar nan lebih luas, serta meningkatkan daya saing produk lokal.
Langkah ini membantu negara berkembang seperti Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada AS dan memperkuat posisinya di area Asia Pasifik.
Untuk menghadapi tantangan proteksionisme, pemerintah Indonesia dapat mempercepat pembangunan prasarana nan bakal meningkatkan pengedaran produk lokal. Dengan membangun jalan tol, pelabuhan, bandara, dan jaringan kereta api, Indonesia dapat memperkuat akses ke pasar internasional dan mempercepat pengembangan sektor pariwisata serta perdagangan antar-daerah.
Infrastruktur nan solid bakal mendorong UKM untuk tumbuh di pasar dunia dan meningkatkan daya saing produk lokal.
Adaptasi Teknologi
Kebijakan proteksionisme AS juga mendorong UKM di Indonesia untuk beradaptasi melalui teknologi digital. Dengan support pemerintah dalam corak training digital, UKM di Indonesia dapat memanfaatkan platform e-commerce untuk menjangkau pasar global. Transformasi digital ini membantu UKM berinovasi dan memperluas pasar mereka secara lebih efektif.
Meskipun Trump dikenal dengan kebijakan nan condong mengabaikan rumor lingkungan, Indonesia dapat memanfaatkan perihal ini dengan mempromosikan produk ramah lingkungan dan konsentrasi pada daya terbarukan. Komitmen terhadap keberlanjutan bakal menarik penanammodal nan peduli terhadap lingkungan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam sektor keberlanjutan.
Dengan begitu, Indonesia bisa menarik minat bumi terhadap produk-produk nan dihasilkan secara berkepanjangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nan hijau.