Jakarta, CNN Indonesia --
Gelaran Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024 sekarang telah memasuki tahapan proses penghitungan suara oleh KPU DKI Jakarta.
Tahapan ini menjadi momen krusial. Mengingat hasil real count alias penghitungan resmi inilah nan nantinya menentukan siapa pemenang dan apakah Pilgub Jakarta bakal digelar satu alias dua putaran.
Di tengah proses penghitungan ini, pasangan Pramono Anung-Rano Karno telah mendeklarasikan kemenangan dan menyatakan Pilgub Jakarta hanya digelar satu putaran. Mereka menyatakan unggul dengan 50,07 persen bunyi berasas rekapitulasi internal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan hasil hitung sigap sejumlah lembaga survei juga menempatkan pasangan Pramono-Rano berada di posisi puncak.
Beberapa di antaranya juga menunjukkan paslon nomor urut 3 ini meraup bunyi di atas 50 persen. Namun, tetap ada periode pemisah kesalahan alias margin of error sekitar 1 persen dalam hasil hitung sigap tersebut.
Dengan demikian, tetap ada kemungkinan hasil hitung sigap itu bakal berbeda dengan hasil real count nan dilakukan oleh KPU DKI Jakarta.
Merujuk perihal tersebut, menjadi krusial bagi semua pihak untuk mengawal proses penghitungan bunyi alias rekapitulasi berjejang nan saat ini tengah dilakukan.
Sebagai informasi, proses rekapitulasi tingkat kecamatan dimulai pada 28 November hingga 3 Desember. Lalu rekapitulasi tingkat kabupaten/kota pada 5-7 Desember.
Kemudian, rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat provinsi pada 9-11 Desember. Selanjutnya, pengumuman rekapitulasi penetapan hasil di provinsi dijadwalkan pada 10-16 Desember.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengatakan proses rekapitulasi berjenjang ini memang kudu dikontrol dan diawasi secara maksimal untuk mencegah terjadinya kecurangan.
"Karena hasil resmi nan kelak diumumkan kan berasal dari proses rekapitulasi ini," kata Adi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (28/11) malam.
Adi menyebut pengawasan ini salah satunya bisa dilakukan oleh saksi dari setiap paslon. Kata Adi, saksi ini kudu betul-betul memantau proses penghitungan dari TPS hingga tingkat provinsi.
Adi menuturkan para saksi ini juga kudu mempunyai salinan dari hasil rekapitulasi di setiap jenjang proses penghitungan.
Salinan itu, lanjut dia, bisa menjadi dijadikan bukti jika ada pihak nan 'bermain' di tahap rekapitulasi.
"Dan setiap penghitungan bunyi itu kudu ada pengesahan, kudu ada tanda tangan dari saksi masing-masing paslon," ucap dia.
Adi beranggapan peranan saksi dari masing-masing paslon menjadi krusial untuk memastikan tak perubahan bunyi dalam proses rekapitulasi ini.
"Ini bisa meminimalisir dan mengamputasi perubahan suara," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menyampaikan setiap komponen kudu berperan-serta dalam mengawal proses rekapitulasi bunyi ini.
"Betul perlu peran serta dari semua pihak untuk mengawal dan memastikan proses rekapitulasi berjenjang ini dilakukan tanpa kecurangan," kata Neni.
Disampaikan Neni, pengawasan ini bisa dilakukan oleh semua pihak. Mulai dari masyarakat umum, organisasi masyarakat, saksi dari masing-masing paslon, hingga relawan.
"Termasuk tim pemenangan, relawan dari paslon untuk juga melakukan pemantauan dan pengawasan secara melekat dan ketat dalam proses rekapitulasi," tutur dia.
"Jangan sampai relawan lengah, manipulasi bunyi terjadi. Karena enggak menutup kemungkinan manipulasi bisa terjadi di tahap rekapitulasi ini," imbuhnya.
Bawaslu Harus Proaktif
Di sisi lain, Adi menyebut Bawaslu sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pemilu juga kudu berkedudukan aktif untuk memastikan rekapitulasi bunyi melangkah lancar tanpa ada kecurangan.
Bahkan, Adi meminta Bawaslu untuk 'jemput bola' dalam proses pengawasan ini. Sebab, selama ini Bawaslu terkesan pasif dan hanya sekadar menunggu laporan.
"Bawaslu juga kudu proaktif dalam melakukan pengawasan jangan hanya tunggu ada laporan, kudu jemput bola," ucap dia.
Hal senada juga disampaikan Neni. Menurutnya, Bawaslu mempunyai peran vital untuk memastikan tak ada kecurangan dalam proses rekapitulasi ini.
"Bawaslu kudu memastikan tidak ada satu pun bunyi nan dicurangi dalam rekapitulasi berjenjang ini," ujarnya.
Apalagi, lanjut Neni, legitimasi hasil Pilgub Jakarta ini tergantung dari gimana proses penyelenggaraan dilakukan, dari tahap awal hingga penghitungan suara.
"Hasil pilkada ini kudu legitimate, jangan sampai lantaran Bawaslu lemah, tidak awasi secara serius, manipulasi itu terjadi," kata Neni.
(dis/isn)
[Gambas:Video CNN]