TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Driver Ojol Taha Syafariel menolak keras rencana pungutan iuran Tapera jika turut diterapkan kepada para pengemudi ojek daring. Kebijakan ini menurut Taha bisa menyiksa para pengemudi ojol. “Pengemudi berbasis aplikasi ini betul-betul jadi jenis masyarakat nan tersiksa dan dimarjinalisasi,” kata Taha saat dihubungi pada Ahad, 2 Juni 2024.
Menurut Taha, daripada memungut iuran dari ojol, lebih baik pemerintah mengakui para pekerja ini sebagai golongan nan bisa dilindungi dalam UU Ketenagakerjaan. Taha mengatakan saat ini pekerja ojol tak mendapat perlakukan layak, seperti tunjangan hari raya (THR) dan kerap bekerja tanpa perjanjian nan jelas. “Tentu menolak Tapera, sebelum status norma ketenagakerjaan kami disahkan,” kata dia.
Senada Taha, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, juga menolak PP Tapera. Dia menyebut patokan itu bakal membebani pekerja pikulan online seperti ojek, taksi, dan kurir. “SPAI menolak Tapera lantaran potongan sebesar 3 persen dari bayaran sangat memberatkan pekerja pikulan online seperti taksol, ojol dan kurir di tengah kenaikan nilai barang-barang,” kata Lily saat dihubungi pada Ahad, 2 Juni 2024.
Lily menilai pungutan itu sama dengan mengurangi penghasilan para pekerja, apalagi belakangan sedang menurun. Dia menyebut para pekerja pikulan online telah mendapat potongan dalam skema kemitraan aplikasi sebesar 30 hingga 70 persen. “Dengan hubungan kemitraan, aplikator telah semena-mena melakukan potongan. Itu pun sudah melanggar pemisah patokan maksimal potongan 20 persen nan diatur pemerintah,” kata Lily.
Senyampang itu, Lily berambisi pemerintah lebih berpihak kepada pekerja pikulan online agar penghasilan bertambah daripada memungut iuran dari mereka. Dia menyebut penghasilan pengemudi ojek online saat ini hanya berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. “Bukan justru sebaliknya malah berkurang. Itu belum dipotong biaya operasional seperti BBM, pulsa, biaya servis, spare parts, parkir, angsuran kendaraan, atribut jaket dan helm,” kata dia.
Iklan
Kondisi pekerja saat ini, kata dia, telah merugi dan tak boleh terbebani pungutan Tapera. Semestinya, menurut Lily, pemerintah menyubsidi pengemudi ojek online dan menjamin perlindungan sosial meliputi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan secara gratis. Bahkan lebih krusial lagi, pemerintah mengakui pengemudi pikulan online sebagai pekerja tetap sesuai UU Ketenagakerjaan. “Kami menuntut agar kami tidak dibebani potongan Tapera,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengatakan kementeriannya belum bisa memastikan apakah pekerja ojol bakal masuk kriteria peserta dari program Tapera. Indah menyebut hingga sekarang belum ada izin teknis nan mengatur soal kepesertaan tentang ojol. Namun, dia berencana bakal membahas patokan itu dalam merumuskan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker).
Pilihan editor: Kemnaker Masih Bahas Kriteria Peserta Tapera Khusus Ojol