TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai pemberian wilayah izin upaya pertambangan unik (WIUPK) untuk ormas keagamaan melanggar Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014. Undang-undang itu mengatur tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Administrasi Pemerintahan).
“Wewenang Menteri Investasi/Kepala BKPM memberikan WIUP kepada pelaku upaya termasuk badan upaya nan dimiliki oleh Ormas tidak berdasar menurut hukum,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam legal opinion kepada PP Muhammadiyah, dikutip Ahad, 9 Juni 2024.
Trisno menjelaskan, pasal 5 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi menyatakan, Satuan Tugas, ialah Menteri Investasi/Kepala Badan Koprdinasi Penanaman Modal (BKPM), melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha, termasuk BUM Desa, BUMD, Badan upaya nan dimiliki oleh ormas, koperasi, badan upaya nan dimiliki oleh upaya mini dan menengah.
Padahal, tutur Trisno, pasal 1 Nomor 23 UU Administrasi Pemerintahan telah menyatakan pelimpahan kewenangan dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan nan lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan nan lebih rendah. Pelimpahan itu dilakukan dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beranjak sepenuhnya kepada penerima delegasi.
Dengan begitu, kata Trisno, delegasi kewenangan tidak dapat dilakukan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM. Sebab, menurut dia, kedudukan Menteri ESDM dan Menteri Investasi/Kepala BKPM adalah setara/sejajar sesama menteri dan personil kabinet.
Trisno menuturkan, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengatur kedudukan peraturan presiden dua level di bawah undang-undang. Karena itu, kata dia, peraturan presiden tidak boleh bertentangan dengan norma nan terdapat dalam undang-undang.
Iklan
Sebelumnya Presiden Jokowi akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan itu mengizinkan ormas keagamaan untuk mengelola izin upaya tambang di dalam negeri.
Kebijakan itu nan kemudian menimbulkan kontroversi lantaran adanya kekhawatiran soal keahlian ormas untuk mengelola upaya pertambangan secara efektif. Akibatnya, pengelolaan tambang tersebut dikhawatirkan malah bakal menimbulkan bentrok sosial dan kerusakan lingkungan nan kian besar.
Sejumlah pihak apalagi menilai pemberian kewenangan pengelolaan tambang ini hanya upaya pemerintah membagi-bagikan “kue” upaya kepada ormas keagamaan.
Pilihan Editor: Sejumlah Pernyataan Bahlil Soal Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan: nan Nggak Setuju Mau Kamu Apain?