Negara Alami Kerugian Rp 925,2 Miliar Akibat Pencurian Pasir Laut

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Center of Economic and Law Studies (Celios) memaparkan hasil studinya tentang kerugian ekonomi akibat pencurian pasir laut nan terjadi di perairan Batam, Kepulauan Riau, pada Rabu lalu, 9 Oktober 2024. Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, mengatakan Indonesia mengalami kerugian pada produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 925,2 miliar akibat pencurian itu.

"Tapi justru ini sebenarnya banyak merugikan secara ekonomi. Jadi sampai Rp 925,2 miliar output ekonomi nan lenyap lantaran pencurian pasir dari Singapura," ujar Bhima dalam konvensi pers kebijakan ekstraksi dan ekspor pasir laut Indonesia di Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Jakarta, pada Jumat, 1 November 2024.

Sementara itu, dia mengatakan, pembukaan keran ekspor pasir laut nan dilakukan pemerintah justru menguntungkan Singapura. Bhima berujar, meskipun kebijakan itu diatur secara legal, proses terlarangan dalam perihal penambangan pasir laut turut memberikan untung bagi negara tersebut. "Jadi ketika ada klausul ekspor pasir ini sudah langsung jelas, salah satu negara nan bakal diuntungkan adalah Singapura," ucap dia.

Bhima mengatakan, sejak adanya kasus pencurian pasir laut, semestinya pemerintah bisa mempertimbangkan izin tambang pasir laut. Menurut dia, penetapan izin secara legal untuk kebijakan itu juga mempunyai kerugian nan sama bagi negara.

"Terutama di perbatasan Singapura, dan ini terlihat jelas bahwa ini (ekspor pasir laut) sangat-sangat merugikan. Jadi klaim-klaim nan terlarangan ini rugi juga. Jadi dua-duanya ini sebenarnya kudu diselesaikan," tutur Bhima.

Iklan

Dia mengatakan, penetapan izin tentang ekspor pasir laut bukan untuk menambah untung bagi negara. Meskipun, kata Bhima, pemerintah menyatakan perihal tersebut sebagai upaya meningkatkan devisa ekspor. "Apalagi jika dilegalkan, itu bukan kemudian penerimaan negaranya jadi lebih besar, enggak, dan ini sebenarnya bukan cara-cara Indonesia meningkatkan devisa ekspor," ucap dia.

Menurutnya, jika peraturan nan sekarang disebut dengan pembersihan sedimentasi di laut tetap ada, maka ambisi Presiden Prabowo Subianto untuk menaikan nomor pertumbuhan ekonomi menjadi 8 persen, susah terwujud. Termasuk, kata Bhima, jika beragam langkah untuk mewujudkan ekonomi biru menggunakan sistem nan salah. "Kalau rupanya tetap terjadi ekspor pasir ilegal, sedangkan kelak bakal dilegalkan untuk ekspor pasir ini," kata Bhima.

Pilihan editor: Guru Besar UGM Beri Saran Prabowo Soal Target Swasembada Pangan

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis