TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak bisa disamakan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pasalnya, tanggungjawab ikut Tapera tidak menjamin semua peserta mendapat faedah sebagaimana nan diterima peserta JKN.
“Ini kan persoalan, beda dengan JKN. konglomerat sekalipun bisa dapat, bisa pakai buat operasi jantung, misalnya,” kata Timboel dalam obrolan nan digelar virtual pada Selasa, 11 Juni 2024. “Jadi, tidak tepat Pak Jokowi menyamakan Tapera dengan JKN.”
Timboel mengatakan perihal tersebut lantaran program faedah Tapera diperuntukkan untuk membantu kelas masyarakat berpenghasilan rendah alias MBR mengakses angsuran perumahan. Sementara, peraturan tentang Tapera tidak menegaskan ada agunan peserta nan bukan kelas MBR bisa mendapat akses manfaat. “Di UU Nomor 4 Tahun 2016, PP Nomor 21 Tahun 2024, ada nggak kepastian dapat imbal hasil tabungan nan kita pupuk terus di Tapera?” ucapnya.
Pemerintah mewajibkan pekerja swasta dan pekerja berdikari mengikuti program Tapera setelah Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. Beleid nan diteken Jokowi pada 20 Mei 2024 ini merupakan revisi PP Nomor 25 Tahun 2020. Aturan itu mewajibkan pemotongan penghasilan pekerja sebesar 3 persen untuk iuran Tapera.
Jokowi mengatakan pemerintah sudah menghitung kebijakan pemotongan penghasilan 3 persen untuk Tapera. Jokowi mengatakan masyarakat pasti bakal menyesuaikan dengan kebijakan baru setelah izin berjalan. Kepala negara mencontohkan saat diberlakukan BPJS Kesehatan di luar skema cuma-cuma nan sempat menjadi sorotan. “Tapi setelah melangkah saya kira bisa merasakan manfaatnya rumah sakit tidak dipungut biaya, hal-hal seperti itu nan bakal dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra,” kata Jokowi, Senin, 27 Mei 2024.
Iklan
Teranyar, Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana Tapera Sugiyarto mengatakan pekerja dengan penghasilan di atas bayaran minimum regional (UMR) wajib menjadi peserta lantaran program Tapera merupakan program gotong-royong. Tujuannya, kata dia, untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah alias MBR mendapat akomodasi angsuran perumahan dengan suku kembang rendah dan tenor lebih lama. “Kalau tidak diwajibkan, nan support MBR lebih sedikit. Konsekuensinya, MBR kudu menabung lebih besar,” kata Sugiyarto, Selasa, 11 Juni 2024.
Lebih lanjut, Sugiyarto mengatakan, perlu iuran dari setidaknya 150 peserta Tapera dengan penghasilan di atas kelas MBR untuk membantu seorang MBR mendapat angsuran perumahan. Asumsinya, kata dia, jika 150 peserta itu berpenghasilan rata-rata Rp 5 juta per bulan. “Kalau orang kaya, penghasilan RP 10 juta, cukup 100 orang alias lebih sedikit,” katanya.
Pilihan Editor: FNKSDA Minta Nahdliyin Tidak Ikut PBNU Terima Izin Tambang