TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melki Nahar mengatakan model kerja tambang, baik legal, apalagi ilegal, tetap destruktif. Melki, merespons pernyataan Menteri Investasi alias Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia soal keterlibatan kontraktor ahli nan bakal bekerja sama dengan ormas keagamaan nan bakal mengelola wilayah izin upaya pertambangan unik (WIUPK). “Pernyataan Bahlil itu ngawur dan menyesatkan. Itu justru menegaskan watak pemerintah nan memang masa tolol dengan derita rakyat dan lingkungan akibat operasi tambang,” kata Melki kepada Tempo, Sabtu, 8 Juni 2024.
Bahlil sempat menegaskan tujuan menggaet kontraktor ahli agar menjaga lingkungan hidup. Bagi Melki, pernyataan itu gambaran rezim oligarki Presiden Joko Widodo alias Jokowi nan lebih condong terhadap korporasi. “Rezim Jokowi tahu, kerusakan nan terjadi selama ini, pemicu utamanya juga akibat operasi tambang nan dianggap profesional. Jadi, nan kita butuhkan saat ini adalah hentikan obral konsesi tambang batu bara, pulihkan seluruh kerusakan,” katanya.
Sebelumnya, Bahlil menyebut, organisasi kemasyarakatan alias Ormas keagamaan nan bakal mengelola wilayah izin upaya pertambangan unik (WIUPK) bakal bekerja sama dengan kontraktor nan ahli agar menjaga lingkungan. “Habis ditambang, dilakukan reklamasi, ada Amdal-nya. Itu nan paling penting,” kata Bahlil di Kementerian Investasi, Jumat, 7 Juni 2024.
Bahlil menanggapi kritik beberapa organisasi lingkungan nan menyatakan pembagian IUP kepada ormas keagamaan mengarah pada kerusakan lingkungan. Menurut Bahlil, para organisasi lingkungan tak mau ormas keagamaan mendapatkan keadilan.
Iklan
Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sehingga mengizinkan ormas keagamaan mengelola WIUPK.
Pilihan editor: HKBP Tegaskan Tak Ikut-ikutan soal WIUPK Tambang, Punya Tugas Bertanggung Jawab Jaga Lingkungan Hidup