Panas Dingin Hubungan Jokowi-Megawati, Mungkinkah Mereda?

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Relasi antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kembali jadi perhatian belakangan ini. Pada awal pekan ini, saat memberikan sambutan di sebuah acara, Mega mengatakan hubungannya dengan Jokowi baik-baik saja.

Mega menyebut dirinya hanya menolak wacana perpanjangan masa kedudukan presiden tiga periode. Ia menegaskan perihal itu bertentangan dengan konstitusi, lantaran masa kedudukan presiden telah dibatasi sejak reformasi berakhir.

"Saya sama Presiden baik-baik saja. Memangnya kenapa? Hanya lantaran saya dikatakan, lantaran saya tidak mau ketika diminta tiga periode. Atau lantaran saya katanya tidak mau memperpanjang? Lho, saya tahu norma kok," kata Megawati.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi pernyataan Mega, pihak Istana pun mengatakan Jokowi tetap menjaga komunikasi dan silaturahmi dengan siapapun. Tak terkecuali dengan Mega. Namun, tak ada kejelasan apakah Jokowi mau berjumpa Megawati dalam waktu dekat.

Hubungan keduanya memang tampak merenggang sejak tahapan Pilpres 2024 dimulai. Apalagi setelah putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Padahal, PDIP juga punya pasangan calon presiden dan wakil presiden nan diusung berbareng Perindo dan Hanura. Koalisi partai ini mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Jokowi tidak lagi terlihat menghadiri aktivitas PDIP belakangan ini. Di momen Idul Fitri tahun ini, kedua tokoh itu juga tak bertemu.

Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo berpandangan ketegangan hubungan Jokowi dan Mega lantaran keduanya merasa saling tersinggung dan terkhianati.

Jokowi, menurut dia, mungkin saja tersinggung dengan pernyataan-pernyataan Megawati di aktivitas PDIP.

"Pak Jokowi merasa bahwa setiap kali aktivitas PDIP, ultah, kongres, munas, selalu disebut-sebut sebagai petugas partai. Bahwa dia itu Presiden Indonesia, kepala negara, dua periode, tapi seakan-akan tidak dihargai di dalam partainya sendiri," kata Kunto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (7/8) malam.

Ia beranggapan rasa tersinggung alias sakit hati itu bisa jadi argumen Jokowi mengambil sikap nan akhirnya membikin Megawati kecewa. Misalnya, dengan mendorong putranya sendiri maju di Pilpres 2024.

Dengan sikap Jokowi itu, Mega pun merasa terkhianati dengan kader partainya sendiri. Bahkan, Jokowi diduga dengan beragam langkah 'menggembosi' kantong-kantong bunyi PDIP.

"Bu Mega merasa terkhianati, lantaran kadernya, kader nan dia pilih untuk jadi presiden, nan dia bela selama 10 tahun, nan disiapkan kendaraan partainya untuk kader terbaik, rupanya di akhir-akhir justru mendukung calon presiden partai lain, dan menggembosi beberapa kantong PDIP," kata Kunto.

Menurut Kunto, saat Pilpres 2024, ada angan dari PDIP bahwa Jokowi bakal kembali ke sisi mereka. Karena itu, tak pernah ada sikap alias pernyataan tegas dari partai ke Jokowi. Sementara itu, jika sikap tegas partai diputuskan sekarang sudah percuma.

"Kan sampai sekarang tidak terjadi. Menurut saya ,juga agak percuma jika sekarang PDIP memecat Pak Jokowi sebagai anggota, ngapain juga. Malahan merugikan dalam peta politik nasional hari ini," tuturnya.

Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi berpandangan senada. Secara kelembagaan partai, Jokowi memang berada di bawah Megawati. Namun, Jokowi juga seorang presiden nan tidak lagi milik partai politik tertentu.

Asrinaldi menilai sikap Mega nan kerap menyebut-nyebut Jokowi sebagai 'petugas partai' bisa jadi menimbulkan perihal nan kurang mengenakkan.

Bertalian dengan Pilpres 2024, dia pun beranggapan Jokowi lebih mau mencari sosok nan bisa melanjutkan pendapat dan programnya. Sementara Megawati sebagai ketua umum partai, mau menempatkan kader terbaiknya.

Perbedaan sikap ini nan kemudian memperuncing situasi. Gibran dipasangkan dengan Prabowo nan merupakan rival Jokowi di dua pilpres berturut-turut.

"Barangkali ada nan tidak ketemu. Kemudian Pak Jokowi punya sikap tidak ikut. Ketika dia tidak ikut, Pak Jokowi mau mencari orang nan bisa dianggap melanjutkan pendapat kerja dia, sehingga pilihan Prabowo, PDIP ke Ganjar, ini nan membikin semakin meruncing," katanya.

Masalah individual dengan Jokowi

Peneliti dari lembaga Charta Politika Indonesia Ardha Ranadireksa menilai pernyataan terbaru dari Megawati menunjukkan bahwa sebenarnya putri Soekarno itu tak punya masalah individual dengan Jokowi.

Menurutnya, persoalan antara Mega dan Jokowi lebih pada hal-hal nan berkarakter kelembagaan dan konstitusi. Karena itu, kata dia, kudu bisa dipisahkan antara Jokowi sebagai individual dan Jokowi sebagai presiden.

"Beliau (Mega) tekankan lagi menolak tiga periode, artinya apa? Mau siapapun presidennya, tentu wacana itu bakal ditolak oleh Megawati. Saya lebih memandang Megawati menilai tidak layak ketika misalnya secara konstitusi tidak diperbolehkan tiga periode," kata Ardha.

Hal nan sama terlihat pada majunya Gibran. Ardha menilai nan ditolak Mega bukan pencalonan Gibran. Namun, adanya dugaan intervensi kekuasaan untuk mengubah aturan.

"Bagaimana patokan via MK diubah, kemudian presiden nan anaknya sedang maju, kemudian cawe-cawe. Sebenarnya di situ, siapapun nan melakukan itu nan ditolak," ucap Ardha.

"Memang kudu dipisahkan Jokowi secara individual dan Jokowi sebagai presiden," imbuhnya.

Hubungan Mega-Jokowi bakal seperti Mega-SBY?

Asrinaldi menilai kurang baiknya hubungan Megawati dan Jokowi hingga saat ini lantaran belum adanya kesamaan kepentingan.

Hal itu, kata dia, juga terjadi pada hubungan Megawati-Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hubungan kedua tokoh ini panas sejak Pemilu 2004.

"Pak SBY dan Bu Mega belum bertemu, lantaran kepentingannya belum bertemu, jika seandainya ada kepentingan bertemu, saya pikir tidak ada persoalan," katanya.

Asrinaldi menyinggung soal PDIP nan selama ini kerap berseberangan dengan Anies Baswedan. Namun, di momen Pilkada 2024, komunikasi antara Anies dan PDIP berjalan.

"Bisa saja sekarang (Bu Mega) tidak berjumpa dengan Pak Jokowi, tapi ketika ada musuh berbareng nan bisa dihadapi, punya sumber daya nan bisa dikerjasamakan, saya pikir berjumpa itu, nan lama-lama dilupakan," katanya.

Sementara itu, Kunto beranggapan Jokowi bakal diabaikan Megawati setelah tak lagi menjabat sebagai presiden. Ia mengatakan Jokowi berbeda dengan SBY nan punya kekuatan politik di partai, sehingga tak 'layak' untuk dimusuhi berlarut-larut.

"Dia (Jokowi) enggak punya kekuatan politik kayak SBY, sehinggga tetap bisa agak dimusuhi. Kalau enggak selevel buat apa dimusuhi? Menurut saya, Bu Mega bakal mulai mencueki Jokowi ketika Jokowi sudah lengser dari presiden," katanya.

(yoa/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional