Partai Buruh Ungkap 6 Alasan PP Tapera Jokowi Layak Dicabut

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Partai Buruh meminta pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan ada enam argumen pihaknya menolak PP Tapera. Pertama, ketidakpastian bakal mempunyai rumah.

"Dengan potongan iuran sebesar tiga persen dari bayaran buruh, dalam sepuluh hingga dua puluh tahun kepesertaannya, pekerja tidak bakal bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk duit muka saja tidak bakal mencukupi," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (1/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alasan kedua adalah pemerintah dianggap lepas tanggung jawab. Pasalnya dalam PP Tapera, sambung Said, tidak ada satu klausul pun nan menjelaskan bahwa pemerintah ikut mengiur dalam penyediaan rumah untuk pekerja dan peserta Tapera lainnya.

Iuran hanya dibayar oleh pekerja dan pengusaha saja, tanpa ada anggaran dari APBN dan APBD nan disisihkan oleh pemerintah untuk Tapera. Dengan demikian, Partai pekerja menilai pemerintah lepas tangan untuk memastikan setiap penduduk negara mempunyai rumah nan menjadi salah satu kebutuhan pokok rakyat.

Ketiga, iuran Tapera bakal membebani biaya hidup buruh. Said mengatakan di tengah daya beli pekerja nan turun 30 persen serta bayaran minimum nan sangat rendah akibat UU Cipta Kerja, potongan iuran Tapera sebesar 2,5 persen nan kudu dibayar pekerja bakal menambah beban pekerja.

Ia mengatakan potongan nan dikenakan kepada penghasilan pekerja nyaris 12 persen ialah Pajak Penghasilan 5 persen, iuran Jaminan Kesehatan 1 persen, iuran Jaminan Pensiun 1 persen, iuran Jaminan Hari Tua 2 persen, dan rencana iuran Tapera sebesar 2,5 persen

Alasan keempat ialah iuran Tapera rawan dikorupsi. Said mengatakan dalam sistem anggaran Tapera, terdapat kerancuan nan berpotensi besar untuk disalahgunakan. Ia menjelaskan ada dua sistem anggaran ialah sistem agunan sosial (social security) dan support sosial (social assistance).

Jika agunan sosial, maka dananya berasal dari iuran peserta alias pajak alias campuran keduanya dengan penyelenggara nan independen, bukan pemerintah. Sedangkan support sosial dananya berasal dari APBN dan APBD dengan penyelenggaranya adalah pemerintah.

"Model Tapera bukanlah keduanya, lantaran dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah," katanya.

Alasan kelima, Tapera adalah tabungan nan memaksa. Karena pemerintah menyebut bahwa biaya Tapera adalah tabungan, sambung Said, maka semestinya berkarakter sukarela, bukan memaksa.

Kemudian, lantaran Tapera adalah tabungan sosial, maka tidak boleh ada subsidi penggunaan biaya antar peserta, seperti halnya tabungan sosial di program Jaminan Hari Tua (JHT), BPJS Ketenagakerjaan.

Subsidi antar peserta katanya hanya diperbolehkan jika program tersebut adalah agunan sosial nan berkarakter asuransi sosial, bukan tabungan sosial. Misalnya program agunan kesehatan nan berkarakter asuransi sosial, maka diperbolehkan penggunaan biaya subsidi silang antar peserta BPJS Kesehatan.

Alasan terakhir adalah ketidakjelasan dan kerumitan pencairan biaya Tapera. Said mengatakan bagi PNS, TNI, dan Polri, keberlanjutan biaya Tapera mungkin berjangka panjang lantaran tidak ada PHK. Namun untuk pekerja swasta dan masyarakat umum, terutama pekerja perjanjian dan outsourcing, potensi terjadinya PHK sangat tinggi.

"Oleh lantaran itu, biaya Tapera bagi pekerja nan ter-PHK alias pekerja informal bakal mengakibatkan ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan dan keberlanjutan biaya Tapera," katanya.

(fby/agt)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional