Jakarta, CNN Indonesia --
Uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi (MK) berguguran usai para pemohon mencabut permohonannya.
Ihwal pencabutan permohonan itu dikonfirmasi oleh majelis pengadil konstitusi kepada pemohon Perkara Nomor 68/PUU-XXIII/2025 dan 92/PUU-XXIII/2025 dalam persidangan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (23/10).
Perwakilan pemohon Perkara Nomor 68, Prabu Sutisna mengatakan pihaknya mencabut permohonan lantaran menilai pasal-pasal nan mereka uji merupakan kebijakan norma terbuka pembentuk undang-undang (open legal policy).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah mendengar keterangan DPR dan pemerintah kemarin, para pemohon menilai sudah cukup bahwa kewenangan dari uji undang-undang ini merupakan open legal policy. Jadi, para pemohon memandang bahwa tetap banyak kekurangan permohonan, maka dengan ini kami cabut," ucap Prabu.
Sementara itu, pemohon Perkara Nomor 92, Tri Prasetio Putra Mumpuni mengatakan dia mencabut permohonan juga lantaran pasal nan diuji berkarakter open legal policy.
Selain itu, Tri juga mengaku mengalami keterbatasan finansial. Sebab, sejak awal, permohonan itu diajukan atas nama perorangan, bukan kampus alias lembaga mana pun.
"Jadi, kami telah menghitung untuk kebutuhan sidang-sidang berikutnya, kami tidak bisa
me-cover itu lantaran kami bukan organisasi besar alias golongan nan mempunyai finansial lebih. Kami hanya masyarakat biasa dan kami menilai untuk mempertimbangkan pencabutan permohonan," katanya.
Sidang tersebut semula dijadwalkan untuk mendengar keterangan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto selaku pihak terkait. Mahkamah memandang perlu meminta pandangan Panglima setelah DPR dan pemerintah memberikan keterangan pada Kamis (9/10) lalu.
Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda TNI Farid Maruf datang dalam persidangan mewakili Panglima. Namun, lantaran para pemohon mencabut permohonannya, keterangan Panglima tidak jadi disampaikan.
Ketua MK Suhartoyo, selaku ketua sidang, menyatakan Mahkamah bakal mempertimbangkan pencabutan permohonan dari para pemohon dimaksud.
"Pencabutan memang haknya pemohon, jadi, menyesuaikan, ya. Nanti kami dari majelis bakal mempertimbangkan permohonan-permohonan ini dan kelak bakal ada pemberitahuan dari Mahkamah gimana sikap Mahkamah terhadap permohonan ini," ucap Suhartoyo.
Diketahui, Perkara Nomor 68 dimohonkan oleh advokat Prabu Sutisna, mahasiswa Haerul Kusuma dan Chandra Jakaria serta konsultan norma Noverianus Samosir, Christian Adrianus Sihite, dan Fachri Rasyidin.
Mereka menguji konstitusionalitas norma Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU TNI mengenai prajurit dapat menduduki sejumlah kedudukan sipil. Menurut mereka, pasal-pasal tersebut dapat berakibat pada penyalahgunaan kekuasaan.
Adapun, Perkara Nomor 92 dimohonkan oleh mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang, Tri Prasetio Putra Mumpuni. Ia menguji Pasal 53 ayat (4) mengenai pemisah usia pensiun untuk perwira tinggi bintang empat.
Menurut dia, norma pasal tersebut berpotensi menyebabkan penyalahgunaan kewenangan pelaksana lantaran tidak ada sistem kontrol dalam perihal memperpanjang masa dinas perwira bintang empat. Ia pun meminta pasal itu dicabut.
Pada mulanya, terdapat tiga perkara uji materi UU TNI nan bergulir di MK usai uji formil Undang-Undang tersebut rampung disidangkan Mahkamah pada rabu (17/9), ialah Perkara Nomor 68/PUU-XXIII/2025, 82/PUU-XXIII/2025, dan 92/PUU-XXIII/2025.
Pemohon Perkara Nomor 82 telah lebih dulu mencabut permohonannya. Dalam persidangan pada Kamis (16/10), Mahkamah mengabulkan pencabutan permohonan nan diajukan empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu, ialah Muhammad Imam Maulana, Mariana Sri Rahayu Yohana Silaban, Nathan Radot Zudika Parasian Sidabutar, dan Ursula Lara Pagitta Tarigan.
(antara/gil)
[Gambas:Video CNN]
4 jam yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·