TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto bakal memutihkan utang enam juta petani dan nelayan kepada perbankan sejak krisis moneter 1998.
Hal itu dikatakan adik kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, nan mengatakan Prabowo bakal segera meneken Peraturan Presiden pemutihan terhadap utang petani dan nelayan. Perpres tersebut saat ini sedang disiapkan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
Masalah utang tak terbayar ini sebelumnya diungkap calon presiden Ganjar Pranowo ketika berkampanye. Ia mengatakan, bakal menghapus utang macet dalam corak Kredit Usaha Rakyat (KUR) nan jumlahnya mencapai Rp600 miliar.
Menurut Hashim, para petani dan nelayan nan mempunyai utang itu saat ini terpaksa tidak bisa meminjam duit lagi dari perbankan. Sebab, mereka selalu ditolak setiap kali datanya masuk di sistem jasa info finansial (SLIK) di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Padahal, kata Hashim, sebenarnya utang para petani dan nelayan itu sudah dihapus dan dibekukan oleh bank sejak lama. Namun, kewenangan tagih dari bank belum dihapus.
“Maka tidak bisa dapat kredit, mereka ke mana? Ke rentenir dan pinjol,” ucap Hashim. “So, waktu itu saya sampaikan ke Pak Prabowo, ini kudu diubah.”
Rencana ini disambut para petani dan nelayan. Ketua Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, mengatakan, kegagalan pelunasan utang alias angsuran para petani ke bank tidak sepenuhnya kesalahan dari petani, namun ada pengaruh dari krisis moneter di era Orde Baru.
“Pada dasarnya, kami setuju diputihkan sekarang lantaran menurut kami (utang) tidak terbayarkan ataupun sebagian belum dibayarkan, itu tidak sepenuhnya letak kelemahannya di petani. Tetapi memang suasananya ketika itu (krisis),” kata Henry ketika dihubungi pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Namun, Henry mengatakan perlu dipastikan pemutihan utang ini apakah bertindak untuk seluruh utang petani alias hanya utang nan dikredit dalam jangka waktu tertentu, ialah di sekitaran tahun 1998. Henry juga menambahkan, bagi para petani nan mau kembali berutang setelah utang sebelumnya diputihkan, ada baiknya diberikan semacam catatan khusus.
“Kalau dia mau menerima angsuran nan baru, dia mungkin perlu buat suatu pernyataan khususlah, agar dia jangan berpikir, wah ini kelak nggak dibayar, juga sama kayak nan dulu bisa diputihkan,” ujar Henry.
Henry mengatakan, setelah pemutihan terhadap utang petani selama era Orde Baru bisa terlaksana, pemutihan terhadap beberapa utang petani lainnya nan terjadi setelah masa tersebut juga bisa ikut dikaji, perlu alias tidaknya untuk ikut diputihkan.
Tanggapan Pihak Bank
Direktur Keuangan PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. alias BSI, Ade Cahyo Nugroho, angkat bicara merespons rencana Presiden memutihkan utang enam juta orang petani dan nelayan.
Iklan
Ade menyambut baik perihal tersebut karena bisa jadi kesempatan perbankan untuk menambah jumlah nasabah. Pasalnya, pengguna nan mempunyai persoalan angsuran di masa lampau bisa jadi telah mengalami perbaikan.
“Kita tahu kan, ada banyak pengguna nan di masa lalu, entah lantaran cerita apa mengalami kesulitan membayar. Ini niat baik Pak Presiden baru untuk membuka kesempatan bagi mereka,” kata Ade dalam Indonesia Industry Outlook 2025 nan digelar secara daring, Kamis, 24 Oktober 2024.
Menurut Ade, pengguna nan mengalami persoalan pembayaran angsuran di masa lampau umumnya masuk ke daftar hitam alias black list. Sehingga, kata dia, tidak bisa mengakses jasa perbankan selamanya.
Pada forum nan sama, SEVP Digital Business PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. alias BTN, Thomas Wahyudi, menilai perihal tersebut sebagai rencana baik. Terutama, untuk keberlangsungan ekonomi sebagian kalangan masyarakat.
“Ini membuka kesempatan baru bagi perbankan untuk tap market,” kata Thomas.
Sebelumnya, berita rencana publikasi Peraturan Presiden untuk pemutihan utang jutaan petani disebut oleh Hashim Djojohadikusumo pada Dialog Ekonomi Kadin berbareng Pimpinan Dewan Kadin Indonesia di Menara Kadin, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2024. Adik Prabowo itu berbicara Perpres ini sedang disiapkan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
Berdasarkan temuannya, Hashim mengatakan, jutaan petani dan nelayan tetap terbebani utang-utang lama akibat krisis moneter nan pernah terjadi di Indonesia. Ia menyebut, ada sekitar lima hingga enam juta petani dan nelayan nan mempunyai utang.
Ade menambahkan, pihak perbankan tentunya telah mempunyai sistem terperinci untuk mengetahui keahlian bayar nasabah. Selain itu, menurutnya recovery rate nasabah nan mengalami persoalan angsuran di masa lampau ini sudah sangat kecil.
“Jadi sudah nggak bisa kita apa-apain,” katanya. Sehingga, dia menilai rencana itu jadi potensi untuk menjaring konsumen potensial baru bagi perbankan.
Oyuk Ivani Siagian, Hammam Izuddin ikut berkontribusi dalam penulisan tulisan ini
Pilihan Editor Kronologi Sritex: Dinyatakan Pailit, Coba Kasasi dan Upaya Pemerintah Menyelamatkannya