TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Pasar Modal, William Hartanto, mengatakan saham-saham perusahaan farmasi menurun lantaran masyarakat tak lagi berada di situasi pandemi. “Jadi panic buying nan terjadi di awal pandemi tak terjadi lagi saat ini, sehingga minat pelaku pasar menurun,” katanya kepada Tempo, Senin, 3 Juni 2024.
Menurut William, kemungkinan ekosistem saham farmasi bisa kian melemah ke depannya. “Itulah kenapa saham-saham farmasi anjlok,” ujarnya.
Sementara Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana turut menyoroti pergerakan saham seperti PT Kimia Farma Tbk (KAEF) nan tetap berada di fase downtrend. “Melihat dari teknikalnya (KAEF dan PEHA) juga tetap berada di fase downtrend-nya,” ujarnya.
Dikutip dari info RTI, pada penutupan Senin, 3 Juni 2024, saham Kimia Farma berada di area merah dengan posisi Rp 715. Saham tersebut turun sebanyak Rp 15 alias 2,05 persen dibanding penutupan sehari sebelumnya di level Rp 730.
Iklan
Sebelumnya, Manajemen PT Kimia Farma Tbk berkode saham KAEF menemukan dugaan pelanggaran integritas penyediaan info laporan finansial nan terjadi di anak upaya ialah PT Kimia Farma Apotek (KFA) pada periode tahun 2021-2022. “Saat ini manajemen KAEF tengah menelusuri lebih lanjut atas dugaan tersebut melalui audit investigasi nan dilakukan oleh pihak independen,” kata Direktur Utama KAEF David Utama dalam keterangan tertulis pada Jumat, 31 Mei 2024.
Dalam keterangan tersebut, Kimia Farma juga membeberkan terjadinya penurunan untung Kimia Farma sepanjang tahun 2023 akibat inefisiensi operasional dan tingginya nilai Harga Pokok Penjualan (HPP). Adapun salah satu penyebab inefisiensi operasional itu lantaran kapabilitas 10 pabrik nan dimiliki tidak sejalan dengan pemenuhan kebutuhan upaya perseroan.
“Sebagai langkah untuk meningkatkan efisiensi, perseroan merencanakan bakal melakukan optimasi akomodasi produksi melalui penataan 10 pabrik menjadi 5 pabrik. HPP tahun 2023 sebesar Rp 6,86 triliun, naik 25,83 persen secara tahunan,” ujar David.