TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menyebut ada kerterkaitan antara program swasembada pangan dengan program makan bergizi gratis nan digagas Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, penyelenggaraan program swasembada bermaksud memenuhi suplai pangan makan bergizi gratis.
“Swasembada pangan itu pasti mengenai dengan pemenuhan kebutuhan makan bergizi cuma-cuma itu,” ujar Khudori ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Dengan sasaran sasaran 82 sampai 83 juta anak, program makan bergizi cuma-cuma disebut Khudori memerlukan suplai nan sangat besar. Pemerintah setidaknya memerlukan 1,9 juta ton beras. 5,6 juta ton protein, baik telur maupun daging ayam. Serta 3,3 juta ton buah-buahan dan 1,8 juta ton sayur mayur.
Sayangnya menurut Khudori, hingga saat ini pangan produksi lokal tetap belum bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan pasokan program makan bergizi gratis. Ia mencontohkan, produksi beras nan kudu dilipatgandakan terlebih dulu jumlah produksinya, baru bisa memenuhi kebutuhan makan bergizi gratis. “(Suplai) bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri? Tidak seluruhnya,” ujar Khudori.
Namun, jika dugaan swasembada pangan bisa tercapai, menurutnya, suplai pangan untuk masyarakat juga bakal tercukupi, termasuk suplai untuk program makan bergizi gratis. Maka, potensi terjadinya inflasi nilai pangan lantaran meningkatkan permintaan dan perebutan pasokan pangan bisa teratasi. “Kalau produksi dalam negeri sesuai dengan nan ditargetkan pak Prabowo, untuk mencapai swasembada itu bisa dicapai, mestinya tidak bakal terjadi perebutan (pasokan),” ucapnya.
Iklan
Sementara itu, ahli ekonomi Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, menyebut swasembada pangan bisa dilakukan namun dengan catatan adanya perubahan pendekatan. Dibanding mencapai swasembada pangan lewat membangun food estate, ada baiknya meningkatkan produktivitas sentra petani nan sudah ada.
“Kalau setiap sentra produksi didorong peningkatkan produktivitas, ini kan secara agregat nasional bakal bertambah jumlah produksi berasnya tanpa kudu mengorbankan hutan,” ujar Eliza kepada Tempo, pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Pilihan editor: Sritex Pailit, Analis Sebut Perusahaan Perlu Buyback Saham untuk Selamatkan Investor