Penyebab Susu Boyolali Tak Terserap: Harga Global Turun sampai Impor dari Australia dan Selandia Baru Bebas Bea Masuk

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Produksi susu peternak sapi di Boyolali tetap belum bisa terserap industri pengolahan susu, sehingga 30-50 ton susu segar terpaksa dibagi secara cuma-cuma ke warga.

Ratusan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu, 9 November 2024 menggelar tindakan protes atas pembatasan kuota penjualan Susu ke pabrik alias industri pengolahan susu.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman merespons tindakan tersebut dengan mempertemukan peternak sapi perah, pengepul, dan industri pengolahan susu. Dalam mediasi tersebut, semua pihak bermufakat bekerja sama agar produksi susu dalam negeri dapat terserap.

“Semuanya sudah sepakat untuk berdamai,” kata Amran di Kantor Kementerian Pertanian di Jakarta, pada Senin, 11 November 2024, dikutip dari siaran resmi.

Amran juga berjanji mengubah izin untuk mewajibkan industri menyerap susu dari peternak lokal. Ia telah menandatangani kebijakan itu dan mengirim surat ke dinas peternakan provinsi dan kabupaten untuk ditindaklanjuti.

Dengan adanya kebijakan ini, Amran mengatakan industri pengolahan susu nasional kudu bisa menyerap semua susu peternak. Pengecualian diberikan kepada susu nan rusak. Amran meyakini, kebijakan ini bakal berakibat pada meningkatnya produksi susu para peternak sapi perah.

Kendati meyakini industri bakal patuh, Amran mengatakan Kementan bakal mengevaluasi penyelenggaraan kebijakan ini. Apabila menolak, industri itu bakal dicabut izin impornya selamanya. Untuk sementara, ada lima perusahaan pengolahan susu nan ditahan izin impornya untuk memastikan mereka memenuhi tanggungjawab menyerap produksi peternak.

Susu Impor Australia dan Selandia Baru Bebas Bea Masuk

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengatakan 80 persen pasokan susu untuk memenuhi kebutuhan domestik merupakan susu impor. Menurut dia, perihal itu disebabkan produksi susu dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan susu domestik.

Mengutip info pemerintah, Budi Arie mengatakan konsumsi susu nasional pada 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 4,4 juta ton dan 4.6 juta ton. “Produksi susu sapi nasional hanya sebesar 837.223 ton alias 20 persen, 80 persen sisanya impor,” kata Budi Arie dalam bertemu pers di Kantor Kementerian Koperasi, Jakarta, Senin, 11 November 2024.

Saat ini ada 59 koperasi produsen susu nasional. Pada 2023, jumlah populasi sapi di koperasi produsen susu sebanyak 227.615 ekor. Mereka menghasilkan susu 470 ribu ton. Sedangkan peternakan sapi modern dengan 32.000 ekor sapi bisa menghasilkan susu 164 ribu ton. “Total sebesar 571 ribu ton,” kata Budi Arie.

Untuk menutupi kebutuhan itu, pemerintah mengimpor susu dari luar negeri. Importir terbesar di Indonesia saat ini adalah Selandia Baru dengan produksi susu sebesar 21,3 juta ton. Bersama Australia, Selandia Baru memanfaatkan Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) dengan Indonesia.

Perjanjian ini menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membikin nilai produk mereka setidaknya 5 persen lebih rendah dibandingkan dengan nilai eksportir produk susu dunia lainnya.

Kedekatan geografis Australia dan Selandia Baru dengan Indonesia juga dinai Budi Arie membikin nilai produk susu mereka sangat kompetitif.

Sayangnya, industri pengolahan susu mengimpor bukan dalam corak susu segar, melainkan berupa skim (susu bubuk). Padahal, menurut Budi Arie, kualitas susu skim di bawah susu sapi segar lantaran sudah melalui beragam macam proses pemanasan.

Budi Arie mengatakan, impor susu skim mengakibatkan nilai susu segar menjadi lebih murah. Susu segar saat ini dipatok seharga Rp 7.000. Idealnya, nilai susu segar bisa mencapai Rp 9.000. “Para peternak sapi perah mengalami kerugian,” kata Budi Arie.

Impor susu dinilai sejumlah kalangan membikin produksi susu dalam negeri tak terserap. 

Perlu Hilirisasi

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mendorong koperasi-koperasi susu di Indonesia mulai melakukan hilirisasi produk untuk mengatasi masalah kelebihan produksi nan tak terserap oleh industri pengolahan susu.

“Koperasi perlu mengantisipasi alias membikin pengganti lain untuk mengolah susu ke produk turunan lain seperti minuman pasteurisasi, yoghurt, dan keju,” katanya.

Budi Arie menyatakan pihaknya sudah memerintahkan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) untuk menyediakan pembiayaan bagi koperasi susu nan memerlukan perkuatan modal. Tujuannya, untuk meningkatkan volume dan kualitas produksi dan mendorong koperasi susu mulai memasuki rantai hilirisasi produk.

Hilirisasi ini sudah dilakukan sejumlah koperasi susu sapi di Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan di Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Mereka membikin pabrik susu bungkusan siap minum.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis