TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sedang menggenjot penghiliran rumput laut, selain nikel. Presiden Joko Widodo menyebut, Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengelola bahan baku rumput laut ke produk nan mempunyai nilai tambah alias siap pakai.
Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan Tb. Haeru Rahayu mengatakan jika dibandingkan dengan budidaya udang, biaya produksi rumput laut lebih kecil. Pembudidaya bisa memanfaatkan support biaya dari banyak aspek.
Misalnya, dari Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKPLU) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan alias KKP. "Duitnya lumayan, Rp 1 koma sekian triliun itu tiap tahunnya untuk semua perikanan," kata dia di Bali, Minggu, 19 Mei 2024.
Namun, dia mengungkapkan hingga saat ini biaya tersebut belum banyak dimaksimalkan, meski bunganya hanya sekitar 3 persen. "Ya lantaran masyarakatnya tetap senang dengan nan konvensional, padahal itu mahal. (Target) 12 persen paling tidak setahun, sayang kan kita 3 persen hanya setahun," ucapnya.
Tb menyatakan perizinan untuk industri rumput laut sudah mudah lantaran satu pintu. "Perizinan sudah gampang, izinnya sekarang sudah ada di kementerian investasi tidak lagi ketemu fisik, tapi sudah pakai OSS," ucapnya.
Lokasi budidaya dapat ditentukan lewat pemerintah daerah. Menelisik dari Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut alias PKKP RL, pembudidaya dapat menggunakan 1 hektar dengan nilai Rp 18,680 juta sepanjang masa.
Menyoal bibit pembudidaya nan dikhawatirkan kurang berkualitas, KKP menyatakan sudah menggunakan teknik Tissue Culture. Faktor penurunan kualitas itu bisa jadi lantaran bibit nan sudah besar diambil terus menerus.
"Kami sudah ada 6 unit pelaksana teknis nan punya support dan setiap tahun kita ada support kepada masyarakat," ucapnya. Lokasinya, ada di Lombok, Jepara, Lampung, Takalar, dan Situbondo.
Iklan
Saat ini, Tb menyebut, China menjadi penanammodal terbesar di Indonesia. Lalu, Korea, Jepang, dan India nan sudah membangun industri tersebut di Bali. Ia menyatakan sudah banyak memberikan rekomendasi ke pembudidaya.
"Sudah banyak, jika datang ke Sulawesi itu banyak banget. Kalau di Bali kita tidak sarankan lah, lantaran di sini kan lebih banyak wisata agar tidak bercampur," ucapnya.
Tb menyebut, pemerintah menargetkan ekspor rumput laut mentah nan tadinya 80 persen bakal dikurangi menjadi 50 persen dengan bahan nan lebih bernilai.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi mendorong hilirisasi industri rumput laut di Indonesia. Ia menilai Indonesia mempunyai potensi besar sebagai negara penghasil rumput laut terbesar di dunia.
Keinginan itu menjadi salah satu program nan bakal diturunkan kepada pemerintahan baru, ialah Presiden terpilih Prabowo Subianto. Sebab, menurut dia, hilirisasi industri dapat mencapai sasaran dalam 15 tahun ke depan jika penerusnya konsisten.
Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah nan Disorot Masyarakat