PHK Berlanjut, Tunjangan Karyawan PT Indofarma Tak Kunjung Dibayar

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Serikat Pekerja Indofarma, Meida Wati, mengatakan kondisi tenaga kerja di PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF) belum membaik. Terutama saat perusahaan farmasi pelat merah ini menunggak pembayaran penghasilan karyawannya sejak Januari 2024.

"Iya, sekarang ini kondisinya lagi susah lah di titik ini. Sekarang cemas ya, lantaran nan pertama secara penghasilan juga belum bisa dibayarkan penuh, tunjangan-tunjangan juga tidak dibayarkan," ujar Meida ketika dihubungi Tempo pada Rabu, 16 Oktober 2024.

Di tengah kondisi penghasilan nan belum terbayarkan, Dia mengatakan, manajemen PT Indofarma tidak memberikan solusi nan dapat membantu para karyawan. Malah, Meida berujar, manajemen berencana memangkas jumlah karyawan. "Yang ditawarkan sama manajemen bukan sesuatu nan solutif bagi kami gitu, malah justru makin memberatkan," ucap dia.

Perusahaan menurutnya sudah sempat mengumpulkan tenaga kerja dan menyampaikan rencana pemutusan hubungan kerja nan bertindak sejak Maret lalu. Sayangnya, menurut Meida, tunjangan nan diberikan perusahaan kepada tenaga kerja tidak dibayarkan sepenuhnya. Manajemen perusahaan farmasi itu hanya bayar sebagian pesangon sebesar 25 persen, nan semestinya dihitung 0,5 kali ketentuan Peraturan Menteri Tenaga kerja (PMTK) Undang-Undang Cipta Kerja alias UU Cipta Kerja.

"Kalau menurut saya, lantaran dia (manajemen) punya skema begini, pesangonnya sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja 0,5 ya. Lalu, kelak itu kan dibayarkan hanya duit untuk di muka saja 25 persen," tutur Meida.

Sedangkan menurutnya, sisa tunjangan nan semestinya dibayar perusahaan kudu menunggu hasil penjualan aset. Hal itu menurut dia makin membikin kondisi kian tidak pasti. "Nah sisanya (pesangon) menurut info manajemen itu menunggu aset Indofarma-nya terjual gitu, ini nan sangat mengkhawatirkan kami. Kenapa? Menjual aset itu tidak mudah apalagi ini punya negara, berapa lama kami bakal menunggu?" ujar dia.

Di tengah kondisi penghasilan nan sudah tertunggak sekian bulan, menurutnya, kondisi ekonomi tenaga kerja banyak nan sudah pontang-panting. "Banyak nan susah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga kebutuhan sekolah anak," kata Meida kepada Tempo di waktu terpisah.

Iklan

Di tengah kondisi itu, menurut dia, sebetulnya tenaga kerja Indofarma tetap percaya jika perusahaan bisa pulih lantaran perusahaan perusahaan farmasi tetap dibutuhkan negara. "Kami tetap percaya ini perusahaan negara, kami tetap percaya obat-obatnya nan diproduksi tetap dibutuhkan, tetap punya pangsa pasar sebenarnya gitu," ucap Meida.

Menurut dia, kebangkrutan perusahaan PT Indofarma bukan disebabkan para tenaga kerja nan tidak bisa bekerja. Namun, kata Meida, akibat perusahaan farmasi itu tidak dapat mengelola upaya dengan baik. "Kebangkrutan ini kan bukan lantaran kita enggak bisa kerja, tapi lantaran adanya salah tata kelola seperti itu," ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Indofarma, Warjoko Sumedi, membeberkan penyebab krisis finansial Indofarma, perusahaan farmasi pelat merah ini. Ia menyatakan, bahwa krisis bermulai saat pandemi Covid-19. "Penjualan kami tidak sesuai harapan. Kami tidak mempunyai modal kerja untuk shopping material," kata Warjoko pada Jumat, 5 April 2024.

Tidak adanya modal kerja itu membikin perusahaan tak bisa memproduksi, sehingga berakibat pada penghasilan perusahaan. Ketika pandemi, Warjoko mengatakan bahwa perusahaan Indofarma dituntut untuk bisa menyediakan produk obat-obatan nan berangkaian dengan Covid-19 secara cepat. Karena kebutuhan masyarakat itu, Indofarma tidak mau obat-obatan hasil produksinya kosong di pasaran. "Kami tidak bisa memprediksi kapan Covid-19 selesai. Jadi kami shopping (material) nan ukurannya cukup banyak," ucapnya.

Pilihan editor: Petinggi Indofarma Ditetapkan Tersangka, Serikat Pekerja Minta Kejaksaan Sita Aset

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis