TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono buka bunyi soal kebijakan pemerintah mewajibkan pemotongan penghasilan pekerja swasta untuk Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera. Basuki menuturkan, potongan itu merupakan tabungan nan bisa dimanfaatkan.
"Tapera itu tabungan. Bukan (gaji) dipotong, terus hilang," kata Basuki ketika ditemui di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Selasa, 28 Mei 2024. "Manfaatnya, bisa bikin rumah."
Kendati demikian, Basuki belum bisa menjelaskan apakah kepesertaan dan iuran Tapera ini menjadi wajib bagi semua pekerja. Termasuk, skema untuk pekerja nan sudah mempunyai rumah alias sudah mengikuti Kredit Perumahan Rakyat (KPR). "Saya tanya BP (Badan Pengelola) Tapera dulu," ucapnya.
Kebijakan pemotongan penghasilan pekerja swasta sebesar 3 persen untuk Tapera diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera nan diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu. Beleid ini merupakan revisi PP Nomor 25 Tahun 2020.
Jokowi mengatakan pemerintah sudah menghitung kebijakan pemotongan penghasilan 3 persen untuk Tapera. Jokowi mengatakan masyarakat pasti bakal menyesuaikan dengan kebijakan baru setelah izin berjalan.
Kepala negara mencontohkan saat diberlakukan BPJS Kesehatan di luar skema cuma-cuma nan sempat menjadi sorotan. “Tapi setelah melangkah saya kira bisa merasakan manfaatnya rumah sakit tidak dipungut biaya, hal-hal seperti itu nan bakal dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra,” kata Jokowi, Senin, 27 Mei 2024.
Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengingatkan pemerintah agar kebijakan pangkas penghasilan untuk Tapera tidak memberatkan masyarakat. Terlebih, bagi pekerja swasta kelas menengah. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga meminta pemerintah memberi perhatian lebih kepada generasi milenial dan generasi Z alias gen Z.
Iklan
Menurut Suryadi, impinan mereka untuk mempunyai rumah pribadi bakal semakin susah lantaran penghasilannya tidak pernah cukup untuk mencicil angsuran perumahan rakyat (KPR). "Tidak mungkin kudu menunggu lama, pensiun alias berumur 58 tahun baru bisa beli rumah," katanya, melalui keterangan tertulis, Selasa, 28 Mei 2024.
Suryadi juga meminta pemerintah memperhatikan pekerja berdikari dengan penghasilan tidak tetap. Ia meminta BP Tapera mengatur iuran untuk golongan pekerja ini secara bijaksana. Bahkan jika perlu, diklasifikasikan agar tidak memberatkan.
Hal krusial lainnya menurut Suryadi adalah pengawasan ketat untuk proses pemupukan alias pengembangan biaya Tapera. Pengawasan ketat, kata dia, diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan seperti pada kasus Jiwasraya dan Asabri. "Juga tidak dimasukkan dalam proyek-proyek nan berisiko tinggi seperti proyek IKN," ujarnya.
RIRI RAHAYU | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah nan Disorot Masyarakat