PPN 12 Persen Berpotensi Picu Perlambatan Kredit, Kemenkeu Sebut Sudah Kaji Ekonomi-Sosial

Sedang Trending 2 jam yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah bakal meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai alias PPN 12 persen pada 1 Januari 2025 sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

Pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 11 persen mulai bertindak pada 1 April 2022, dan PPN 12 persen bertindak paling lambat pada 1 Januari 2025. Pemberlakuan kenaikan PPN 12 persen bakal berakibat pada ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah. 

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, menilai kenaikan tarif PPN berpotensi memicu perlambatan angsuran di perbankan. “Kalau di sisi konsumennya turun, dampaknya bisa kepada potensi pertumbuhan angsuran nan jadi relatif terbatas,” kata Asmo dalam konvensi pers di Jakarta, Rabu, 20 November 2024. 

Selain berakibat pada kredit, kenaikan tarif PPN juga bisa memengaruhi kualitas aset bank dari ketiga segmen tersebut. Daya beli masyarakat diperkirakan bakal tertekan jika tarif PPN tetap dinaikkan lantaran mengurangi pendapatan nan dapat dibelanjakan (disposible income).

Sementara berasas hasil temuan Mandiri Spending Index, golongan menengah ke bawah condong mengutamakan shopping untuk kebutuhan pokok dengan alokasi untuk kebutuhan sekunder menjadi lebih terbatas. Adapun hingga sejauh ini, angsuran perbankan tetap tumbuh kuat sebesar 10,92 persen secara year on year (yoy) pada Oktober 2024, sebagaimana nan dilaporkan oleh Bank Indonesia (BI).

“Dari sisi penawaran, kuatnya pertumbuhan angsuran didukung oleh terjaganya minat penyaluran kredit, berlanjutnya realokasi perangkat likuid ke angsuran oleh perbankan dan pertumbuhan biaya pihak ketiga,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konvensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI November 2024 di Jakarta, Rabu, 20 November 2024. 

Selain itu, Perry mengatakan pertumbuhan angsuran turut diperkuat oleh akibat positif dari penerapan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial Bank Indonesia. Dari sisi permintaan, pertumbuhan angsuran didukung oleh keahlian upaya korporasi nan terjaga sejalan dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi nan tetap baik.

Secara sektoral, pertumbuhan angsuran pada kebanyakan sektor ekonomi terjaga kuat, terutama pada sektor jasa bumi usaha, perdagangan, dan industri. Berdasarkan golongan penggunaan, pertumbuhan angsuran modal kerja, angsuran investasi, dan angsuran konsumsi, masing-masing sebesar 9,25 persen (yoy), 13,63 persen (yoy), dan 11,01 persen (yoy) pada Oktober 2024.

Meskipun demikian, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan pertambahan tarif PPN sebesar 1 persen tersebut sudah mempertimbangkan aspek ekonomi hingga sosial.

“Pada dasarnya, kebijakan penyesuaian tarif PPN 1 persen tersebut telah melalui pembahasan mendalam antara Pemerintah dengan DPR, dan pastinya telah mempertimbangkan beragam aspek, antara lain ekonomi, sosial, dan fiskal,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis, 21 November 2024. 

Deni menambahkan, dalam perumusan wacana meningkatkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen juga memperhatikan kajian ilmiah nan melibatkan akademisi dan praktisi. Kebijakan itu tertuang Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di beragam sektor. Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat nan terimbas oleh pandemi COVID-19.

"Artinya, ketika kami membikin kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi alias perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan apalagi waktu itu termasuk makanan pokok," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja berbareng Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu, 13 November 2024.

Dia mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kudu dijaga kesehatannya, dan pada saat nan sama, juga bisa berfaedah merespons beragam krisis. "Seperti ketika terjadinya krisis finansial dunia dan pandemi, itu kami gunakan APBN," tambahnya.

Namun, dalam implementasinya nanti, Kemenkeu bakal berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan nan baik kepada masyarakat. "Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan nan baik," tutur Sri Mulyani. 

ANANDA RIDHO SULISTYA  | ANTARA 

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis