TEMPO.CO, Jakarta - Hanya kurang dari sepekan lagi sebelum pajak pertambahan nilai (PPN) naik dari 11 persen menjadi 12 persen. Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny mengkritik pemerintah nan tidak membatalkan penerapan PPN 12 persen.
Hermawaty menilai kenaikan tarif pajak konsumsi menjadi beban baru bagi sektor upaya mikro dan kecil. “Sekarang ini UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) itu seperti dipukul kiri, kanan, atas, bawah. Apa lagi dengan kondisi PPN 12 persen” ujarnya kepada Tempo dikutip Ahad, 29 Desember 2024.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat PPN naik tahun depan, sebagian besar peralatan dan jasa bakal naik. Hermawaty cemas biaya produksi bakal naik, sehingga pelaku upaya akhirnya meningkatkan harga. PPN adalah jenis pajak nan dibebankan ke konsumen. UMKM nan berjuntai pada bahan baku juga bisa mengalami kenaikan nilai lantaran adanya rantai distribusi.
Kenaikan tarif bisa menyebabkan penurunan daya beli lantaran masyarakat bakal lebih selektif dalam berbelanja. Imbasnya omset UMKM bisa turun. “Bagaimana pelaku upaya UMKM mau menaikan pendapatan, jika pemerintah tidak support di situ,” ujarnya.
Belum lagi adanya pungutan lain seperti misalkan pajak nan ditentukan oleh pemerintah daerah. Beberapa di antaranya seperti Pajak Bumi dan Bangunan nan tergantung pada nilai jual objek pajak (NJOP), pajak restoran, dan pajak hiburan.
Pemerintah memberikan sejumlah insentif alias keringanan bagi pelaku upaya dalam negeri, seiring dengan kenaikan PPN. Salah satunya adalah perpanjangan masa bertindak pajak penghasilan alias PPh Final 0,5 persen sampai tahun 2025. Artinya wajib pajak orang pribadi (WP OP) UMKM hanya bayar 0,5 persen PPh dari omset penjualannya selama setahun.
Selain itu UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun maka bakal diberikan pembebasan PPh. Namun menurut Hermawaty insentif tersebut tidak bakal berakibat besar selama pemerintah tetap meningkatkan PPN.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengatakan perihal senada. Paket ekonomi nan diberikan pemerintah, beberapa diantaranya bukanlah perihal nan baru. Termasuk stimulus untuk UMKM. Tarif PPh Final 0,5 persen untuk WP OP UMKM menurut dia telah digunakan UMKM selama 7 tahun.
Askar menilai pemerintah kandas mempertimbangkan pengaruh pengganda alias multiplier effect dan reaksi dari pelaku pasar. Ketika PPN dinaikkan, gejolak nilai peralatan bisa lebih besar dibandingkan persentase kenaikan PPN. Klaim pemerintah bahwa harga-harga tak bakal naik signifikan menurut dia keliru. “Setiap perubahan nilai komponen nan ada dalam rantai pasok dan proses produksi perlu diestimasi satu per satu, sehingga nilai akhirnya pasti tidak bakal sama dengan sebelum PPN.”