TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Presiden Jokowi untuk memasukkan seluruh pegawai baik PNS alias swasta mengikuti program Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera menuai pro dan kontra.
Iuran peserta pekerja ditanggung berbareng antara perusahaan dengan tenaga kerja masing-masing sebesar 0,5 persen dan 2,5 persen dari penghasilan, sedangkan peserta pekerja berdikari menanggung simpanan secara keseluruhan.
Peserta nan yang termasuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat memperoleh faedah berupa angsuran pemilikan rumah (KPR), angsuran bangun rumah (KBR), dan angsuran pembaharuan rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku kembang tetap di bawah suku kembang pasar.
Sedangkan peseta di luar MBR, kudu menunggu sampai usia 58 tahun untuk menikmati tabungannya. Dana nan dihimpun dari peserta bakal dikelola oleh Badan Pengelola Tapera sebagai simpanan nan bakal dikembalikan kepada peserta.
Kelompok pendukung menilai kebijakan tersebut bakal membantu pekerja, terutama nan berpenghasilan rendah. Namun sejumlah pihak lain menilai keputusan tersebut semakin menambah beban, baik dari sisi pemberi kerja maupun pekerja lantaran perusahaan menanggung separuh persen dari bayaran sebagai dasar potongan.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Ari Tri Priyono meminta sosialisasi tabungan perumahan ditingkatkan untuk menghindari polemik di masyarakat.
"Regulasinya sebenarnya sudah lama. Sebaiknya pemerintah dan Badan Pengelola (BP Tapera) segera menyosialisasikan kebijakan ini ke beragam pihak," kata Ari di Jakarta, Minggu, 2 Juni 2024.
Menurut Ari, izin mengenai tabungan perumahan sudah digulirkan sejak lima tahun lalu, hanya saja belum bisa langsung diterapkan.
Sebaiknya disampaikan saja bahwa pekerja justru diuntungkan lantaran gajinya tetap ada dalam corak tabungan serta bisa diambil jika tidak dimanfaatkan, katanya.
"Jelaskan juga kapan tabungan itu bisa cair dan gimana prosedurnya," kata Ari setelah mengukuhkan kepengurusan DPP Himperra periode 2023-2027 di Gedung MPR/ DPR RI.
Menurut Ari, banyak pihak nan salah menangkap info mengenai iuran tabungan perumahan. Padahal iuran nan dimaksud merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi kesenjangan nomor kebutuhan rumah.
“Menurut saya pekerja justru diuntungkan. Karena 0,5 persen nan asalnya dari pemberi kerja itu masuk sebagai pendapatan dan disimpan ke tabungan perumahan untuk pekerja," katanya.
Sedangkan 2,5 persen nan asalnya dari pekerja itu sendiri uangnya juga tidak hilang. Bisa dimanfaatkan untuk punya rumah alias jika tidak mau, bisa dicairkan sebagai investasi. "Jadi ruginya dimana?” kata Ari.
Anggota Komisi IX DPR Darul Siska menilai bahwa buahpikiran dasar kebijakan mengenai Tapera sangat mulia lantaran sesuai dengan konstitusi, ialah membantu masyarakat mendapatkan rumah.
"Ide dasar untuk menyediakan rumah bagi rakyat baik dan mulia sesuai konstitusi, agar rakyat dapat melindungi family dan pertumbuhan keluarganya,” kata Darul.
Menurut Darul, selain mulia lantaran sesuai dengan konstitusi, membantu masyarakat dalam mempunyai rumah nan layak juga dapat mengurangi akibat stunting bagi family tertentu.
“Misalnya dalam rumah nan sehat mencegah lahirnya anak nan berisiko stunting," ujar Darul.
Darul menilai penolakan dari masyarakat mungkin lantaran beragam perihal seperti pembuatan peraturan pemerintah nan kurang memerhatikan aspirasi pemangku kepentingan.
Selain itu, kurang menyosialisasikan ke masyarakat, dinilai tidak tepat waktu, hingga adanya kecurigaan berulangnya kasus di lembaga nan mengelola duit masyarakat.
Berikutnya: Moeldoko bantah Tapera untuk bangun IKN