Putusan Lengkap MA soal Usia Calon Pilkada, 1 Hakim Dissenting Opinion

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan keberatan kewenangan uji materiel dari pemohon Partai Garuda dengan meminta KPU RI mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat atas PKPU 3/2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

MA menilai ketentuan Pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU 9/2020 tidak mempunyai kekuatan norma mengikat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati alias Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih."

Putusan itu dinilai membuka ruang bagi Ketua Umum PSI nan juga putra bungsu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mengikuti Pilgub pada gelaran Pilkada serentak 2024. Saat ini usia Kaesang baru 29, dan bakal genap 30 tahun pada 25 Desember mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putusan itu dibuat Majelis Hakim Agung nan terdiri atas tiga Hakim Agung ialah Yulius sebagai ketua), serta Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunadi sebagai anggota. Pada putusan tersebut, pengadil agung Cerah Bangun memberikan pendapat berbeda alias dissenting opinion.

Dan, berikut adalah putusan komplit MA atas PKPU mengenai pemisah usia calon peserta pilkada:

"Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara," demikian amar putusan poin keempat sebagaimana dilansir dari laman MA, Senin (3/6).

"Menghukum termohon [KPU] untuk bayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000," lanjut bunyi putusan tersebut.

Majelis pengadil menjelaskan pokok permohonan nan dimohonkan untuk diuji materi adalah Pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU 9/2020. Termohon adalah KPU selaku penyelanggara Pemilu, berbareng Bawaslu dan DKPP mempunyai kewenangan atribusi ialah menerbitkan PKPU untuk melaksanakan UU Pemilu maupun UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 menyatakan: "Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota kudu memenuhi persyaratan berumur paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota.

Setelah meneliti redaksi maupun memorie van toelichting ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 tersebut, Majelis pengadil MA tidak menemukan penjelasan tentang kapan alias pada tahapan apa syarat usia bagi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Calon Bupati/Wakil Bupati dan Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota kudu dipenuhi.

Oleh lantaran Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 secara tegas tidak menjelaskan kapan usia calon kepala wilayah itu dihitung, sementara dalam pemilihan kepala wilayah terdapat banyak tahapan-tahapan, sehingga membuka ruang penafsiran dalam memberi makna pasti kapan usia tersebut kudu dipenuhi oleh calon kepala daerah.

Berkaitan dengan banyaknya tahapan pemilihan kepala wilayah dan tidak diaturnya secara tegas dalam UU, pada tahapan pemilihan kepala wilayah mana usia calon kepala wilayah kudu terpenuhi, KPU menerbitkan pengaturan objek permohonan in litis yang menetapkan syarat usia calon kepala wilayah kudu terpenuhi pada tahapan penetapan calon.

Majelis pengadil menyatakan meneliti secara seksama riwayat pengaturan nan diterbitkan KPU perihal kapan usia calon kepala wilayah kudu terpenuhi.

Salah satunya, MA menemukan kebenaran norma bahwa pada Pilkada tahun 2010, KPU menerbitkan PKPU 13/2010 sebagai penyelenggaraan lebih lanjut UU 22/2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah nan menetapkan syarat usia calon kepala wilayah dihitung pada saat pendaftaran.

"Menimbang, bahwa setelah meneliti Peraturan KPU 13/2010 dan Peraturan KPU 9/2020 (objectum litis), Mahkamah Agung beranggapan bahwa penerapan open legal policy oleh termohon dalam memberi makna dan tafsir terhadap kapan terpenuhinya usia calon kepala wilayah terbukti telah melahirkan makna dan tafsir nan berbeda satu dengan lainnya, dan tidak tertutup kemungkinan bakal kembali terjadi perubahan makna dan tafsir terhadap perihal tersebut di masa mendatang," ucap pengadil MA.

Di dalam Pasal 54 UU 10/2016 diatur pula perihal penggantian pasangan calon kepala wilayah oleh partai politik, dalam perihal ada salah satu pasangan calon meninggal dunia, nan memberikan kesempatan bagi partai politik alias campuran partai politik untuk mengusulkan pengganti pasangan calon kepala wilayah nan meninggal dunia.

"Pertanyaan norma nan timbul adalah apakah terhadap calon pengganti itu kudu diterbitkan kembali penetapan pasangan calon alias tidak, dan apakah penghitungan terpenuhinya usia bagi calon kepala wilayah dihitung sejak penetapan pasangan calon pertama kali, alias dihitung kembali sesuai penetapan pasangan calon pengganti?" ungkap pengadil MA.

"Keadaan ini menggambarkan potensi terjadinya ketidakpastian norma andaikan penghitungan terpenuhinya usia calon kepala wilayah dihitung pada tahapan penetapan pasangan calon," sambungnya.

Selanjutnya, andaikan saat dipenuhinya usia calon kepala wilayah dibatasi hanya pada saat penetapan pasangan calon oleh KPU, maka terdapat potensi kerugian dan diskriminasi bagi penduduk negara alias partai politik nan tidak dapat mencalonkan diri alias mengusung calon kepala wilayah nan baru bakal mencapai usia 30 tahun bagi Gubernur/Wakil Gubernur dan 25 tahun bagi Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota pada saat telah melewati tahapan penetapan pasangan calon.

Menurut pengadil MA, perubahan tafsir perihal kapan kudu dipenuhinya usia calon kepala wilayah nan dilakukan KPU dari waktu ke waktu merupakan inkonsistensi nan dapat menimbulkan ketidakadilan bagi penduduk negara dan juga tidak berkesesuaian dengan prinsip kepastian hukum.

"Oleh karenanya, Mahkamah Agung perlu memberikan pendapat perihal kapan syarat usia bagi calon kepala wilayah kudu dipenuhi," kata pengadil MA.

Dalam pertimbangannya, pengadil MA menyatakan adressat UU 10/2016 tidak hanya ditujukan kepada KPU selaku penyelenggara pemilihan saja, melainkan juga kepada seluruh penduduk negara nan berkuasa mencalonkan alias dicalonkan, maupun partai politik nan diberi kewenangan untuk mengusung calon kepala daerah.

Hakim MA menyatakan dengan membatasi usia pencalonan 30 tahun bagi Gubernur/Wakil Gubernur, dan usia pencalonan 25 tahun bagi Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota sejak penetapan pasangan calon oleh KPU hanya bakal menggambarkan penyelenggaraan UU 10/2016 dari sisi KPU selaku penyelenggara pemilihan. Namun, sambungnya, tidak menggambarkan keseluruhan original intent nan terkandung dalam UU 10/2016, apalagi memangkas original intent UU tersebut, terutama dalam mengakomodasi kesempatan anak-anak muda.

"Menimbang, bahwa oleh lantaran Mahkamah Agung telah beranggapan bahwa penghitungan kudu terpenuhinya usia calon kepala wilayah adalah pada saat pelantikan calon kepala wilayah terpilih, dan berkesesuaian pula dengan semangat nan terkandung dalam pengaturan Pemilihan Kepala Daerah secara serentak, maka kepada termohon [KPU] maupun kepada pihak mengenai lainnya agar dapat menyusun tahapan Pemilihan Kepala Daerah sejak tahap awal sampai dengan tanggal pelantikan calon kepala wilayah terpilih untuk mewujudkan kepastian norma bagi penduduk negara, partai politik, penyelenggara pemilihan umum dan pemerintah, sebagaimana nan telah dipraktikkan dalam Pemilihan Umum DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, maupun pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024," ungkap pengadil MA.

"Berdasarkan rangkaian pertimbangan norma di atas, MA beranggapan objek permohonan bertentangan dengan UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang," imbuh pengadil MA.

Baca dissenting opinion pengadil Cerah Bangun di laman selanjutnya


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional