TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Putra Nababan mencecar Direktur Utama Radio Republik Indonesia (RRI) dan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI lantaran menjadikan jumlah tenaga kerja sebagai pos utama nan dipangkas dalam merelokasi pagu anggaran baru. Menurutnya tetap banyak alokasi lain nan bisa dipotong daripada melakukakan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Pimpinan, sangat mengkhawatirkan sekali, ini sebelum rekontruksi pemangkasan, di papan atas nan dipangkas duluan adalah manusianya," kata dia saat rapat dengar pendapat membahas rekontruksi anggaran baru, di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Putra bercerita mendapat banyak kejuaraan dari tenaga kerja dan para penyiar nan diberhentikan oleh RRI dan TVRI. Menurut mereka, kata dia, efisiensi anggaran disebabkan oleh program makan bergizi gratis alias MBG membikin mereka kehilangan pekerjaan. "Gara gara MBG kami di PHK. Anak kami diberi makan di sekolah tapi saat pulang mereka lihat ayah dan ibunya kelaparan," tutur Putra menirukan kejuaraan tersebut.
Atas perihal itu, Putra menyarankan agar dewan lebih baik memangkas anggaran program nan tidak penting, menghemat listrik, alias mengurangi dan anggaran shopping operasional. Kalaupun belum memenuhi dari total nan dipotong oleh pemerintah, kata dia, lebih baik Direksi memotong anggaran dari kedudukan teratas. Ia menegaskan bahwa apapun kondisinya, pegawai adalah perihal terakhir nan boleh terkena akibat atas situasi buruk.
"Saya rasa jika pemotongan dari atas. Bapak Dirut ini tidak masalah, kan?" tanyanya. "Mungkin jadi naik kendaraan umum, alias honor dan perihal lainnya nan bisa dipotong. Karena jika dari bawah itu apanya nan mau dipotong," kata dia.
Senada dengan Putra, Legislator Nasional Demokrat (Nasdem) Erna Sari Dewi mengatakan banyak kejuaraan PHK nan dilakukan oleh RRI dan TVRI. Mulai dari petugas cleaning service, satpam, hingga kontributor. Erna meminta agar Direksi lembaga penyiar itu lebih memikirkan nasib para pegawai. "Dari dulu mereka bekerja itu gajinya mini sekali. Dikurangi dari 1 juta jadi 3 juta cukup buat apa?" katanya. "Mungkin bagi kami nomor itu tidak seberapa, tapi bagi mereka berfaedah sekali."
Tak hanya itu, Erna mengingatkan bahwa efisiensi bukan hanya sekedar mengurangi nomor anggaran, melainkan gimana bekerja itu kudu efektif. Ia meminta agar RRI dan TVRI memanggil kembali para tenaga kerja nan sudah dirumahkan. "Jadi saya minta komitmennya, jangan hanya lips service saja. Ini bukan rumor lagi, tapi kenyataan," katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Iman Brotoseno membenarkan bahwa terjadi sejumlah pemutusan kerja kepada para tenaga kerja akibat efisiensi anggaran. Namun, dia menyebut gelombang PHK itu hanya terjadi di wilayah saja. "Ya sebenarnya untuk di level pusat sih tidak ada ya, itu hanya ada di daerah. Jadi sebagian ada nan melakukan perumahan, ada juga nan tidak, memang berbeda-beda ya antara masing-masing stasiun," kata Iman saat ditemui usai rapat.
Sama dengan Iman, Direktur Utama RRI Hendrasmo juga mengamini terjadi pemutusan kerja pada sejumlah kontributor di daerah. Namun menurutnya nomor tersebut tidak banyak hanya 10 hingga 20 orang saja. Hendra menyebut bahwa nan sebenarnya terjadi tidak segenting seperti pemberitaan di media sosial.
"Kalau jumlah kontributor kami itu 979 total, tetapi nan bermasalah paling hanya 10-20 orang saja," kata dia. "Ini memang opini media sosial itu nan lebih besar dari realitasnya," kata dia.