TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto kemarin melantik Purnomo Yusgiantoro sebagai Penasihat Khusus Presiden Urusan Energi. Purnomo nan lahir di Semarang, 16 Juni 1951 itu bukanlah sosok asing dalam soal daya nasional lantaran pernah menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2000-2009.
Lalu seperti apa profil dan rekam jejaknya?
Jauh sebelum menjadi menteri, Purnomo mengawali kariernya sebagai seorang pengajar di Fakultas Teknologi Mineral Universitas Trisakti tahun 1974. Ia juga menjalani pekerjaan sebagai konsultan sumber daya alam.
Purnomo menyelesaikan studi Master di dua kampus ternama di luar negeri, ialah Colorado School of Mines, Golden, Corolado dan University of Colorado at Boulder Main Campus. Ia lampau menyelesaikan studi doktoral di University of Colorado at Boulder Main Campus, Amerika Serikat.
Kariernya di bagian politik diawali dengan menjadi Ketua II Bidang Pemasaran Dalam dan Luar Negeri, lampau menjadi Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP) pada tahun 1993-1998.
Setelah menjadi majelis komisaris, Purnomo menjabat sebagai Gubernur Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) pada 1996-1998, sampai pada tahun 2000 dia diberikan petunjuk untuk menjadi Menteri ESDM di masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Iklan
Kala menjabat sebagai menteri, keahlian Purnomo dikenal sebagai sosok nan kompeten dalam menjaga dan mengelola sumber daya mineral domestik. Pengetahuan dan kinerjanya di bagian daya tersebut membikin dia kembali menjabat di posisi nan sama hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Melihat rekam jejak dan pengetahuannya nan sangat erat dalam mengelola daya nasional, Purnomo Yusgiantoro diberi kepercayaan oleh Presiden Prabowo untuk menjadi penasihat unik untuk urusan energi.
Di kabinet Merah Putih, Purnomo punya pekerjaan rumah untuk mewujudkan Visi dan Misi Asta Cita Prabowo-Gibran dalam mewujudkan ketahanan energi, serta mengoptimalkan hilirisasi sumber daya alam, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi hingga di atas 8 persen.
Purnomo turut diharapkan bisa memberikan sumbangsih pemikiran dalam perumusan kebijakan nan membantu Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, sehingga bisa memacu produksi minyak dan gas (migas) nasional, serta menekan jumlah impor nan tercatat tetap cukup tinggi ialah mencapai 297 juta barel.