Rektor IPB Sebut Kebutuhan Bauran Biodiesel Berpotensi Buka Lahan Sawit 9,2 Juta Hektar

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria memperkirakan bakal ada pembukaan lahan perkebunan sawit baru sebesar 9,2 juta hektar untuk memenuhi kebutuhan bauran biodiesel sebesar 50 persen alias B50. Dia menyebut pembukaan lahan itu akibat dari pengembangan biodiesel nan bisa meningkatkan permintaan serta kapabilitas produksi.

“Meningkatkan krisis lingkungan hidup lantaran ekspansi perkebunan sawit secara besar-besaran. Saya kira bakal menjadi rumor internasional,” kata Arif dalam dalam obrolan panel Synergizing Law, Investmen and Risk Managemen in Energy Transition Era nan digelar Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) di Menara Bank Mega, Jakarta Selata, pada Senin,14 Oktober 2024.

Selain itu, Arif mengatakan pengembangan B50 ini juga bakal meningkatkan kebutuhan bahan baku seperti minyak sawit. Akibatnya, komodintas ini juga meningkatkan riskio defisit stok minyak sawit. “Peningkatan kebutuhan bahan baku ialah minyak sawit meningkatkan akibat defisit stok minyak sawit,” kata dia. 

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengungkapkan biodiesel B50 menjadi daya tawar Indonesia kepada dunia. Dia menyebut dari semua komoditas perkebunan nan paling siap adalah sawit. "Sawit ini tinggal kita dorong, gimana sawit agar bisa masuk ke banyak pasar peningkatan ekspor kita, kemudian dikonversi menjadi B50 sebagai bagian dari bargaining kita kepada dunia," ujar Sudaryono dalam aktivitas Perkebunan Indonesia Expo (BUNEX) 2024 di Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Banten pada Kamis, 12 September 2024 seperti dikutip Antara. 

Sudaryono mengatakan Indonesia menguasai nyaris 60 persen dari sawit bumi berasal dari Indonesia. "Sawit itu kita produsen terbesar, terus rata-rata pengusaha petani sawit kita ini jika dalam dia berupaya itu ada kekhawatiran apakah laku alias tidak produknya. Sekarang ini kita sudah punya substitusi, jadi jika misalnya negara tujuan ekspor mempersulit dan lain-lain, kita bisa substitusi menjadi energi," kata dia.

Iklan

Sementara itu, Arif menyebut peningkatan bauran biodiesel ini juga bakal menghalang terwujudkan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca nan telah ditetapkan dalam Update Nationally Determined Contribution (UNDC). “Peningkatan emisi bakal semakin besar jika nan dikonversi adalah lahan gambut,” kata dia. 

Mengantisipasi itu, Arif mengatakan perlu adanya dorongan dalam peremajaan sawit dan mengendalikan konversi lahan dan rimba untuk perkebunan sawit. Selain itu, meningkatkan produktivitas perkebunan sawit juga perlu dilakukan. “Menerapkan ecolabelling untuk produk biodiesel, perbaikan dan penguatan tata kelola perkebunan sawit,” kata Arif. Sementara itu, Arif juga berambisi adanya dorongan untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok sawit sebagai bahan baku biodiesel dan daya saing ekspor biodiesel. 

Pilihan editor: 10 Tahun Jokowi, Hilirisasi Nikel Dinilai Tak Berkontribusi Positif terhadap Ekonomi Warga Lokal

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis