TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka bunyi soal rencana pemerintah meningkatkan pajak pertambahan nilai alias PPN 12 persen pada 2025. Hal ini disampaikannya usai mengisi seminar di Kolese Kanisius, Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu, 11 Mei 2024.
"Yang pertama, strategi ke depan adalah bukan kerek PPN, tapi kerek penghasilan pajak," kata dia.
Airlangga mengatakan, penghasilan pajak dapat ditingkatkan tentu dengan penerapan sistem nan lebih baik. "Ya, tentu jika di Dirjen Pajak kan ada penerapan dari core tax, kita harapkan itu maksimal".
Dia mengatakan, sasaran pemerintah ke depan tentu saja memperbesar pendapatan negara dari perpajakan. "Ya, tentu kami targetnya kenaikan pendapatan dari perpajakan."
Sebelumnya, pemerintah menetapkan kenaikan PPN menjadi 12 persen melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias UU HPP. Kenaikan pajak ini bertindak paling lambat 1 Januari 2025. Sebelumnya pada 2022, pemerintah menetapkan tarif PPN sebesar 11 persen nan bertindak terhitung 1 April 2022.
Keputusan ini telah menuai banyak kontra. Misalnya dari Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono. Menurut dia, jika disorot dari sisi pengusaha dan konsumen, kenaikan PPN 12 persen bakal sangat memberatkan. Pasalnya, pajak berkarakter distortif, sehingga kenaikan pajak bakal mempengaruhi perilaku konsumen.
Dia menilai, kenaikan PPN bakal menyebabkan beban konsumen juga meningkat, lantaran kudu menanggung kenaikan PPN. Pada gilirannya, konsumsi masyarakat dapat menurun dan penjualan berisiko terdampak.
Iklan
"Ujungnya adalah untung pengusaha dapat tergerus. Pencapaian PPN dapat meningkat, tapi PPh (Pajak Penghasilan) Badan dapat menurun," katanya kepada Tempo.
Sementara itu, peneliti Center of Industry, Trade and Investment dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai kebijakan meningkatkan ini berpotensi menurunkan daya saing Indonesia.
"Penurunan daya saing ini terlihat dari ekspor nan menurun," ujar Ahmad dalam obrolan virtual pada 20 Maret 2024.
Secara nasional, dia memperkirakan ekspor bakal turun sebesar 1,41 persen. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga diprediksi turun sebesar 0,26 persen. Sementara itu, jumlah impor diperkirakan meningkat sebesar 0,85 persen lantaran masyarakat bakal memilih kombinasi peralatan dan jasa nan lebih terjangkau.
ANNISA FEBIOLA | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Pabrik Sepatu Bata Gulung Tikar, Berikut Perjalanan Bisnisnya di Indonesia