TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) David Sumual memproyeksikan nilai tukar rupiah bisa menguat hingga ke level Rp 15 ribu dan meninggalkan kisaran Rp16 ribu per dolar AS pada akhir 2024. Dengan catatan, terjadi penurunan suku kembang referensi nan ditetakan bank sentral AS alias The Federal Reserve (The Fed) pada September 2024.
"Kalau secara dunia kelak akhir tahun ini Fed mulai menurunkan suku bunga. Apalagi diturunkan garang ya, bisa saja fundamentalnya kembali ke sana (Rp 15 ribu). Tapi, saat ini esensial tetap di Rp 16 ribuan," katanya kepada Tempo pada Ahad, 21 Juli 2024.
Sejauh ini, menurut David Bank Indonesia betul-betul melakukan operasi pasar, sehingga persediaan devisa sudah naik lagi. Posisi persediaan devisa Indonesia pada akhir Juni 2024 tercatat sebesar US$ 140,2 miliar, meningkat dibandingkan akhir Mei 2024 nan sebesar US$ 139 miliar.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menyebut, kenaikan posisi persediaan devisa dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah di tengah kebutuhan stabilisasi nilai tukar rupiah. "Sejalan dengan tetap tingginya ketidakpastian pasar finansial global," katanya dalam keterangan resmi pada 5 Juli 2024.
David menambahkan, minat penanammodal asing ke Sekuritas Rupiah BI (SRBI) juga cukup baik. Saat ini, kepemilikan asing di SRBI sudah sekitar 25 persen, lebih dari Rp800 triliun. Kondisi ini, kata dia bisa menambah persediaan devisa.
Iklan
"Nah, ini membikin rupiah kita tetap bakal stabil sekitar Rp 16.000 sampai Rp 16.500. Memang esensial kita sebenarnya di sekitaran Rp16 ribu, bukan Rp15 ribu lagi. Kalau lihat emerging market nan lain, semua melemah juga termasuk hard currency seperti Jepang," kata dia.
Dia menekankan, suku kembang The Fed menjadi syarat utama untuk kurs rupiah kembali ke pusaran Rp 15 ribu. Jika dolar AS tetap kuat dan rupiah tetap melanjutkan tren pelemahan, maka penanammodal lebih tertarik meletakkan dananya di aset dolar.
Saat ini, ekspektasi terhadap penurunan suku kembang The Fed sudah mencapai 100 persen. Suku kembang referensi diproyeksikan bakal diturunkan 25 pedoman poin. "Sejauh ini ekspektasi tetap 100 persen di September. Mungkin bisa bergeser, tergantung kondisi eksternal juga, terutama geopolitik," tutur David.
Pilihan Editor: Tim Prabowo Sebut Teka-teki Pengganti Sri Mulyani Berimbas Negatif: Siapa pun, Jangan Sok Tahu alias 'Geer'