TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana mengubah sistem kelas 1, 2, dan 3 pada pelayanan rawat inap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial alias BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) secara menyeluruh pada 2025.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan penerapan KRIS tersebut kemungkinan tidak menimbulkan kenaikan tarif iuran terhadap peserta program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) kelas 3. Sementara kenaikan iuran pada peserta kelas 1 dan kelas 2 berpotensi terjadi.
“Kalau kelas 3 enggak bakal naik. Kelas 3 itu kan, minta maaf, umumnya PBI (penerima support iuran). Kenapa dia PBI? Tidak mampu,” kata Ali usai menghadiri aktivitas penyerahan penghargaan UHC (Universal Health Coverage) Awards 2024 di Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2024, seperti dikutip dari Antara.
Untuk diketahui, ketentuan besaran iuran peserta BPJS Kesehatan sekarang tetap merujuk pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Adapun iuran bagi PBI JKN dibayarkan oleh pemerintah sepenuhnya.
Iuran bagi peserta dengan faedah pelayanan kelas 3 dikenakan tarif sebesar Rp42.000 per bulan. Namun, peserta hanya diwajibkan bayar iuran sebesar Rp35.000 per bulan lantaran pemerintah memberikan support alias subsidi iuran sebesar Rp7.000 per bulan.
Kemudian, peserta BPJS Kesehatan dengan faedah pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas 2 diharuskan bayar iuran bulanan sebesar Rp100.000. Sementara untuk kelas 1 sebesar Rp150.000 per bulan.
Iuran bagi peserta pekerja penerima bayaran (PPU) dengan status pegawai negeri sipil (PNS), prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), personil Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-PNS sebesar 5 persen dari penghasilan alias bayaran per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen dibayar peserta.
Iklan
Kemudian, iuran bagi peserta PPU nan bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan swasta sebesar 5 persen dari penghasilan alias bayaran setiap bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1 persen diambil dari penghasilan alias bayaran peserta.
Selanjutnya, untuk family tambahan PPU nan terdiri dari anak keempat dan seterusnya; serta ayah, ibu, dan mertua, iuran BPJS Kesehatan nan dibebankan sebesar 1 persen dari penghasilan alias bayaran per orang per bulan nan dibayarkan oleh pekerja.
Berikutnya, iuran BPJS Kesehatan bagi veteran, perintis kemerdekaan, dan janda/duda, alias anak yatim piatu dari veteran/perintis kemerdekaan sebesar 5 persen dari 45 persen penghasilan pokok PNS golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan nan dibayarkan oleh pemerintah.
Pembayaran iuran BPJS Kesehatan dilakukan maksimal tanggal 10 setiap bulan. Apabila terlambat membayar, maka tidak bakal dikenakan denda.
Denda bakal dikenakan saat dalam kurun waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap. Adapun besaran denda sebesar 5 persen dari biaya pemeriksaan awal pelayanan kesehatan rawat inap dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak.
Ketentuan pengenaan denda iuran BPJS Kesehatan meliputi jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan, besaran denda paling tinggi Rp30 juta, dan denda bagi peserta PPU ditanggung oleh pemberi kerja.
Pilihan Editor: Cara Mengurus Kartu BPJS Kesehatan nan Hilang dan Cara Cetaknya