Sejarah Terbentuknya PKB: Dibidani Para Kiai dan Pengurus PBNU

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

KH Arifin Junaidi tetap ingat betul momen sehari setelah Presiden ke-2 RI Soeharto tumbang pada 21 Mei 1998.

Kala itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kebanjiran aspirasi dari para ustad dan penduduk NU untuk membentuk suatu partai politik sendiri.

Muncul juga aspirasi untuk menghidupkan lagi partai NU nan sempat didirikan pada 1952 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi ada nan mengusulkan PBNU membikin partai. Bahkan ada nan mengusulkan NU nan jadi partai, menjadi partai lagi," kata Arifin saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Rabu (31/7).

Saat itu Arifin tetap menjabat Wakil Sekretaris Jenderal PBNU. Banyaknya usulan membuatnya sibuk menyusun agenda rapat PBNU pada keesokan harinya. Salah satu poin hasil rapat pada 23 Mei 1998 ialah menghargai aspirasi agar PBNU membikin partai.

PBNU kemudian bergerak sigap membentuk 'Tim Lima' nan diketuai oleh Ma'ruf Amin untuk menindaklanjuti perihal ini.

Tim ini mempunyai personil para petinggi PBNU ialah M. Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Said Aqil Siraj (Wakil Katib Aam PBNU); H.M. Rozy Munir (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU).

Ketua Umum PBNU saat itu, Abdurrahman Wahid namalain Gus Dur kemudian setuju dengan usul ini.

Selanjutnya, untuk memperkuat posisi dan keahlian kerja Tim Lima, dibentuk lah Tim Asistensi. Tim ini mewadahi pelbagai komponen dalam NU.

Tim Asistensi ini bekerja membantu Tim Lima dalam mengiventarisasi dan merangkum usulan nan mau membentuk partai politik baru, dan membantu penduduk NU dalam melahirkan partai baru nan dapat mewadahi aspirasi politik penduduk NU.

Tim ini diketuai oleh Arifin sendiri. Dia ditemani personil lain ialah Muhyiddin Arubusman, Fachri Thaha Ma'ruf, Abdul Aziz, Andi Muarli Sunrawa, Nasihin Hasan, Lukman Hakim Saifuddin, Amin Said Husni, dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Tim Asistensi kemudian dibekali Surat Tugas langsung oleh PBNU.

Pada tanggal 22 Juni 1998, Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan rapat untuk mengelaborasikan pelbagai tugas-tugasnya. Tanggal 26-28 Juni 1998, Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan konsinyering di Villa La Citra Cipanas untuk menyusun rancangan awal pembentukan partai.

Tim unik ini menghasilkan lima hasil. Pertama, menyusun pokok-pokok pikiran NU mengenai reformasi politik. Kedua, menyusun Mabda' Siyasi (fondasi politik). Ketiga, menyusun hubungan partai politik (PKB) dengan NU, keempat menyusun naskah deklarasi pendirian partai, AD/ART dan naskah deklarasi, dan terakhir penyusunan lambang partai.

Lambang PKB disepakati terdiri dari bola bumi nan dikelilingi sembilan bintang dengan tulisan nama partai pada bagian bawah, dengan bingkai dalam empat persegi bergaris ganda, dan tulisan PKB di bawahnya nan diberi bingkai luar dengan garis tunggal.

Selain itu, Arifin menjelaskan tim ini turut merekomendasikan tiga nama bagi partai baru tersebut. Di antaranya Partai Nahdlatul Ummah, Partai Kebangkitan Umat dan Partai Kebangkitan Bangsa.

"Untuk Partai Nahdlatul Ummah, Gus Dur tidak setuju, lantaran tetap ada bahasa Arabnya. Jadi pakainya nan bahasa Indonesia lah. Akhirnya nan terakhir nan dipilih Partai Kebangkitan Bangsa, itu pilihannya Gus Dur," kata Arifin.

Kemudian ditetapkan KH Ma'ruf Amin sebagai Ketua Dewan Syura dan H Matori Abdul Djalil sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB pertama.

Setelah nama partai, deklarator, dan ketum partai disepakati, PKB kemudian dideklarasikan pada hari Kamis tanggal 23 Juli 1998 di laman depan kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta.

Infografis Jejak Seteru Elite PKB & PBNUFoto: Basith Subastian/CNNIndonesia
Infografis Jejak Seteru Elite PKB & PBNU

Dalam kitab riwayat hidup Matori Abdul Djalil nan berjudul 'Pergulatan Membela nan Benar' (2008) dijelaskan deklarasi PKB digelar di hadapan ribuan penduduk NU, dihadiri tokoh-tokoh nasional hingga pengamat politik.

Tampak datang juga dua jenderal, ialah Jenderal Try Sutrisno dan Jenderal Edy Sudrajat. Sejumlah pengurus PWNU dan PCNU juga hadir. KH Muchid Muzadi kemudian membacakan naskah deklarasi pendirian PKB.

Sejak Pemilu 1999 hingga 2024, PKB mewarnai acara politik lima tahunan dan selalu lolos ke parlemen.

Ketum PKB pun silih berganti selama perjalanannya. Setelah Matori, ketum PKB kemudian dijabat oleh Alwi Shihab. Setelah itu, berganti ke Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sampai saat ini.

Pada Pemilu 1999, PKB bisa meraup 13.336.982 bunyi (12,61 persen) setara 51 bangku di DPR RI. Kemudian Pemilu 2004, PKB kembali masuk ranking ketiga dengan raihan 12.002.885 bunyi (10,61 persen) dan mendapat 52 bangku DPR RI.

Pada Pemilu 2009, perolehan bunyi PKB melorot. PKB hanya meraih 5.146.302 bunyi (4,95 persen) dan mendapat 28 bangku DPR.

Perolehan bunyi PKB pada tahun 2014 kembali melonjak dengan 11.292.151 bunyi (9,04 persen) alias setara 47 bangku di DPR RI.

Kemudian pada Pemilu 2024, PKB memperoleh 16.115.358 bunyi alias 68 bangku di DPR RI, melonjak 10 bangku jika dibandingkan pemilu 2019 ialah 13,5 juta suara.

Cak Imin juga menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden Anies Baswedan pada Pilpres 2024 lampau meski mengalami kekalahan.

Hubungan PKB dan PBNU sekarang sedang memanas usai Cak Imin mengkritik habis-habisan penyelenggaraan haji 2024 hingga digulirkannya Pansus Haji oleh DPR. Menag saat ini dijabat oleh Yaqut Cholil Qoumas nan merupakan adik kandung dari Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf.

PBNU pun membalas dengan membentuk tim untuk mengkaji hubungan NU dan PKB. PBNU memanggil eks petinggi dan ketua PKB untuk memeriksa hubungan organisasi keduanya. Namun, pemanggilan itu justru membikin situasi makin memanas

(rzr/fra)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional