TEMPO.CO, Jakarta - Kabar penutupan pabrik sepatu Bata di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, melengkapi cerita kemunduran perusahaan multinasional nan pernah mendominasi upaya dasar kaki di Tanah Air sejak era kolonialisme itu.
Pabrik Bata di Purwakarta ditutup setelah 30 tahun beroperasi. Berhentinya aktivitas produksi diumumkan lewat keterbukaan Informasi di Bursa Efek Indonesia pada 2 Mei 2024.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta menyatakan lebih dari 200 orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat ditutupnya pabrik PT Sepatu Bata Tbk di sana.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Purwakarta Didi Garnadi, saat dihubungi di Purwakarta, Minggu, mengatakan bahwa pihaknya telah menerima info dari manajemen mengenai kondisi PT Sepatu Bata nan gulung tikar akibat sunyi order.
Ia menyampaikan bahwa sebelum resmi ditutup, sekitar akhir Maret lalu, pihak perusahaan melaporkan rencana penghentian produksi di pabrik nan berlokasi di Jalan Raya Cibening, Kecamatan Bungursari, Purwakarta.
Di antara alasannya, lantaran selama empat tahun terakhir, pabrik sepatu Bata ini mengalami kerugian akibat sunyi order. "Pada awal Mei 2024, kami menerima laporan terjadinya PHK, lantaran perusahaannya tutup," katanya.
Menurut dia, akibat sunyi order, PT Sepatu Bata melakukan PHK 233 karyawannya secara bertahap.
"Pihak perusahaan telah melaporkan bakal menyelesaikan seluruh hak-hak karyawannya nan di PHK, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nan berlaku," kata dia.
Bisnis terus merosot
Bata menjadi kenangan nyaris semua generasi baby boomers, nan lahir dari tahun 1940-an sampai 1960-an. Anak-anak sekolah pada masa itu merasa sangat keren jika sudah memakai sepatu Bata kulit. Lalu pada tahun 1970-an, muncul model sepatu dari karet nan awet dan lebih murah.
Namun selera dan pasar terus berubah. Berdasarkan laporan finansial perusahaan per 31 Desember 2023, BATA mencatat rugi tahun melangkah sebesar Rp 190.5 miliar, naik nyaris 80 persen dibanding tahun sebelumnya nan Rp 106.1 miliar. Sementara penjualan terus menurun. Penjualan neto BATA tercatat Rp 609,61 miliar pada 2023 alias turun dibandingkan tahun sebelumnya ialah Rp 643,45 miliar.
Dalam laporan keterbukaan informasi, manajemen mengungkap, kerugian perusahaan telah terjadi selama empat tahun sejak pandemi.
Di bursa efek, PT. Sepatu Bata, Tbk. terdaftar sejak 24 Maret 1982. Berdasarkan info perdagangan Jumat, 3 Mei 2024, nilai saham emiten BATA naik 1,06 persen ke level Rp 95. Pada 2024 saham bergerak bervariasi namun secara tahunan mengalami penurunan signifikan dibanding 5 Mei 2023 nan sempat menyentuh nilai Rp 595.
Mulai dari 10 karyawan
Perusahaan Sepatu T. & A. Baa didirikan pada 21 September 1894 di kota Zlín di Moravia, Austria-Hongaria (hari ini menjadi bagian Republik Ceko), oleh Tomáš Baa, berbareng adiknya Antonín dan Anna, nan keluarganya telah menjadi tukang sepatu selama beberapa generasi. Perusahaan mempekerjakan 10 orang tenaga kerja tetap dengan agenda kerja tetap dan bayaran mingguan tetap.
Pada musim panas tahun 1895, Tomáš menghadapi kesulitan keuangan. Untuk mengatasi kemunduran tersebut, dia memutuskan untuk membikin sepatu dari kanvas, bukan kulit. Langkah ini rupanya sukses sehingga sepatu jenis ini menjadi sangat terkenal dan membantu perusahaan berkembang hingga punya 50 karyawan.
Empat tahun kemudian, Baa memasang mesin berkekuatan uap pertamanya, memulai periode modernisasi nan pesat. Pada tahun 1904, Tomáš membaca tulisan surat berita tentang mesin nan dibuat di Amerika Serikat seperti mesin laster otomatis Jan Ernst Matzeliger. Oleh lantaran itu, dia membujuk tiga pekerjanya dan melakukan perjalanan ke Lynn, sebuah kota di luar Boston nan saat itu menjadi pusat industri dasar kaki dunia, guna mempelajari dan memahami sistem produksi massal Amerika.
Setelah enam bulan dia kembali ke Zlín dan memperkenalkan teknik produksi mekanis nan memungkinkan Perusahaan Sepatu Baa menjadi salah satu produsen sepatu massal pertama di Eropa. Produk massal pertamanya, "Baovky", adalah sepatu kulit dan tekstil untuk pekerja nan terkenal lantaran kesederhanaan, gaya, berat ringan, dan nilai terjangkau.
Keberhasilannya membantu mendorong pertumbuhan perusahaan, dan setelah kematian Antonín pada tahun 1908, Tomáš membawa dua adik laki-lakinya, Jan dan Bohuš, ke dalam upaya tersebut.
Iklan
Penjualan ekspor awal dan pemasok penjualan pertama dimulai di Jerman pada tahun 1909, diikuti oleh Balkan dan Timur Tengah. Sepatu Baa dianggap mempunyai kualitas nan sangat baik, dan tersedia dalam lebih banyak model daripada nan pernah ditawarkan sebelumnya. Pada tahun 1912, Baa mempekerjakan 1.500 pekerja penuh waktu, ditambah beberapa ratus pekerja lainnya nan bekerja di rumah mereka di desa-desa tetangga.
Pasang surut
Di pasar internasional, pasca perubahan ekonomi dunia pada tahun 1990-an, perusahaan menutup sejumlah pabriknya di negara maju dan konsentrasi mengembangkan upaya ritel. Bata pindah dari Kanada dalam beberapa langkah. Pada tahun 2000, mereka menutup pabriknya di Batawa, kemudian pada tahun 2001, mereka menutup toko ritel Bata, mempertahankan jaringan ritel "Dunia Atlet".
Pada tahun 2004, instansi pusat Bata dipindahkan ke Lausanne, Swiss dan kepemimpinan dipindahkan ke Thomas G. Bata, cucu pendirinya. Gedung markas besar Bata di Toronto dikosongkan dan akhirnya dibongkar sehingga menimbulkan banyak kontroversi. Pada tahun 2007, jaringan Athletes World dijual, mengakhiri operasi ritel Bata di Kanada.
Bata mempunyai instansi pusat untuk merek dasar kaki "Power" di Toronto. Museum Sepatu Bata, nan didirikan oleh Sonja Bata, dan dioperasikan oleh yayasan amal, juga berlokasi di Toronto.
Meskipun tidak lagi menjadi ketua perusahaan, Bata nan lebih tua tetap aktif dalam operasionalnya dan membawa kartu nama nan mencantumkan gelarnya sebagai "kepala penjual sepatu". Pada tanggal 1 September 2008 Thomas John Bata meninggal di Pusat Ilmu Kesehatan Sunnybrook di Toronto pada usia 93 tahun.
Berjaya di India
Bata memperkirakan melayani lebih dari 1 juta pengguna per hari, mempekerjakan lebih dari 32.000 orang, mengoperasikan lebih dari 5.300 toko, mengelola 21 akomodasi produksi dan kehadiran ritel di lebih dari 70 negara di lima benua. Bata mempunyai kehadiran nan kuat di India nan telah datang sejak tahun 1931.
Bata India mempunyai empat pabrik. Kota Industri Batanagar di Kolkata (1930) adalah kreator sepatu terbesar di Asia.
Bagi banyak masyarakat India, Bata identik dengan sepatu sekolah dan aksesoris dasar kaki nan dapat diandalkan, sehingga membangkitkan rasa nostalgia bakal tahun-tahun pembentukan mereka. Namun, di kembali merek nan tampaknya berasal dari India ini terdapat merek asal Eropa nan melampaui pemisah dan ekspektasi.
Bata sering dianggap sebagai merek lokal di beragam negara. Di India, persepsi ini sudah mengakar sejak kehadiran merek ini dimulai pada tahun 1931, ketika merek ini menginjakkan kaki di Kolkata.
Pada tahun 1920-an, kakek nenek pendiri Bata mengunjungi India dan mengawasi orang-orang melangkah tanpa dasar kaki alias memakai sepatu compang-camping. Menyadari potensi pasar nan besar dan kesempatan untuk menyediakan dasar kaki berbobot namun terjangkau, dia menetapkan visi nan memperkuat hingga hari ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Bata India telah mengalami perubahan nan cukup besar. Portofolio produk merek ini telah diperluas hingga mencakup style fashion-forward dan glamor, nan berbeda dari konsentrasi tradisionalnya pada busana nan nyaman.
Perubahan ini dimulai sekitar tahun 2013-14 ketika perusahaan memperkenalkan kreasi nan lebih modern sejalan dengan tren global. Perjalanan transformasi merek ini mulai berjalan, dan Sandeep Kataria, dengan pengalaman luas di perusahaan-perusahaan nan berpusat pada konsumen, mengambil peran untuk mendorong perubahan ini lebih jauh.
Saat ini, Bata India menjual lebih dari 17 juta pasang sepatu di lebih dari 82 negara, dengan jaringan 30.000 dealer dan 1.375 toko nan handal di India saja.
ANTARA | FINACIAL EXPRESS
Pilihan Editor Delay 5 Jam, Penumpang Lion Air SUB-BDJ Desak Kompensasi Rp 300 Ribu