Sertifikasi Halal UMK Diundur 2026, LPPOM Minta Sektor Hulu Diprioritaskan

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) menilai, keputusan pemerintah untuk menunda tenggat waktu sertifikasi legal bagi golongan upaya mikro dan mini (UMK) pasti melegakan banyak pihak nan peduli terhadap nasib mereka. Hal ini mengingat jumlah pelaku upaya dan sisa waktu nan tak banyak menjelang Oktober 2024. Sehingga, dikhawatirkan bakal berpengaruh terhadap kelangsungan bisnisnya. 

Meski begitu, Direktur Utama LPPOM Muti Arintawati, beranggapan bahwa penundaan ini tentunya tidak menjadikan UMK bisa berleha-leha. Menyongsong Oktober 2026, perlu ada program dan sasaran antara nan diterapkan secara tegas. Dengan demikian, pelaku upaya tak menunda-nunda pengurusan sertifikat legal dan menunggu pemisah akhir. 

LPPOM menekankan, prioritas sasaran kategori wajib legal hendaknya tak hanya menimbang skala upaya semata. Namun, juga konsentrasi kepada tingkat kekritisan produknya. 

"Jika produk kritis tersebut merupakan bahan baku untuk membikin produk lain, maka luasnya cakupan penggunaan bahan ini juga perlu jadi perhatian," kata Muti dalam keterangan resmi pada Jumat, 17 Mei 2024.

Dia mengatakan, akar masalah perlu dilihat secara jeli. Pemerintah hendaknya tak hanya menyoroti skala upaya di sektor UMK, namun juga perlu konsentrasi ke pelaku upaya nan memasok bahan nan tergolong kritis dan dipakai di industri lain, terlepas dari skala upaya pelaku usahanya. 

"Hal ini lantaran pasokan bahan dan jasa mengenai makanan minuman tidak hanya dari pelaku upaya besar, namun juga dapat berasal dari pelaku upaya nan masuk dalam kategori mini dan mikro,” ucap Muti.

Salah satu contohnya menurut dia adalah daging. Ketersediaan produk sembelihan nan dihasilkan oleh Rumah Potong Hewan/Unggas perlu diperhatikan. Pasalnya, daging dan turunannya digunakan dalam pembuatan beragam jenis produk upaya kuliner. 

Di sisi lain, tak semua produk sembelihan dihasilkan oleh pelaku upaya menengah dan besar. Banyak daging nan dipasok oleh rumah pangkas nan tergolong upaya UMK, termasuk nan dihasilkan oleh Tempat Penyembelihan Unggas di pasar dan pemukiman. 

"Kelonggaran UMK tanpa disertai komitmen legal nan serius bakal memperlama kesiapan daging halal. Akhirnya, menghalang upaya lain nan menggunakan daging nan dibeli dari dari pelaku upaya UKM."

Selain itu, produk kemas ulang ukuran mini untuk ramuan dan bahan kue juga banyak dilakukan oleh UMKM. Ada pula jasa mengenai makanan dan minuman lain nan juga banyak dioperasikan oleh UMKM, seperti penjualan dan penggilingan daging. 

Muti menekankan, kesiapan bahan dan jasa nan legal bakal memudahkan pelaku UMKM dalam membikin produk akhir makanan dan minuman nan halal. Kondisi ini, kata dia bakal menimbulkan pengaruh domino. 

"Jika persoalan di hulu selesai, maka sebagian besar persoalan kehalalan produk di Indonesia juga bakal rampung. Proses sertifikasi legal produk juga bakal lebih mudah dan agunan kehalalannya dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.

Oleh lantaran itu, LPPOM mendorong pemerintah untuk tetap konsentrasi pada penyelesaian persoalan legal di sektor hulu terlebih dahulu. Baik nan diproduksi oleh perusahaan besar, menengah maupun UMK. 

Iklan

Dalam perihal ini, Muti menyebut LPPOM siap mendorong pemerintah dalam menyukseskan penerapan izin wajib halal, demi terwujudnya cita-cita Indonesia menjadi pusat legal dunia. Salah satunya melalui penyelenggaraan program Festival Syawal sebagai corak kepedulian LPPOM kepada UKM. 

Tahun ini, LPPOM telah memberikan fasilitasi sertifikasi legal reguler secara berdikari kepada sejumlah 125 UKM. Sebanyak 85 UKM di antaranya berasal dari 5 Destinasi Super Prioritas.

Kemudian ada 42 UKM di Labuan Bajo, 10 UKM di wilayah Danau Toba, 8 UKM di wilayah Borobudur, 6 UKM di wilayah Likupang, dan 20 UKM di wilayah Mandalika. Sementara 40 lainnya tersebar di beragam provinsi di Indonesia. 

“Jumlah ini memang sangat mini dibanding sasaran dan jumlah UKM nan tersebar di Indonesia. Namun melalui Festival Syawal, kami percaya LPPOM bisa menjadi katalisator nan bakal mempercepat proses pertumbuhan industri legal di Indonesia,” tutur Muti.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa upaya menengah dan besar tetap kudu membereskan kebijakan sertifikasi legal paling lambat 17 Oktober 2024. Sementara itu, UMK mendapatkan tambahan waktu hingga 17 Oktober 2026. 

Kewajiban sertifikasi legal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. 

"Pemberlakuan tanggungjawab sertifikasi legal belum mencapai sasaran di mana tetap banyak produk UMK nan belum tersertifikasi," kata Airlangga dalam keterangan resmi pada Rabu, 15 Mei 2024.

Sejak 2019 hingga 15 Mei 2024, publikasi sertifikat legal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal untuk semua jenis produk baru mencapai 4.418.343 produk. Sementara, targetnya adalah 10 juta produk, nan artinya baru 44,18 persen terealisasi. Adapun total jumlah UMK nan ada di Indonesia diperkirakan sekitar 28 juta unit usaha.

“Oleh lantaran itu, tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman dan nan lain itu pemberlakuannya diundur. Tidak 2024, tetapi 2026. Itu disamakan dengan obat tradisional, herbal dan nan lain," kata Airlangga.

Begitu pula dengan produk kosmetik, aksesoris, peralatan gunaan rumah tangga, beragam perangkat kesehatan. Batas waktu sertifikasi halalnya dimundurkan hingga 2026. 

Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah nan Disorot Masyarakat

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis