TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen Sritex mengusulkan kasasi mengenai putusan pailit nan dikeluarkan Pengadilan Niaga Semarang, Jawa Tengah. Pengajuan kasasi tersebut dilakukan Manajemen Sritex sebagai corak tanggung jawab perusahaan kepada para kreditur, pelanggan, karyawan, dan pemasok.
"Kami menghormati putusan norma tersebut dan merespons sigap dengan melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan para stakeholder terkait," tulis Manajemen Sritex dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat, 25 Oktober 2024, seperti dikutip dari Antara.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meminta agar Sritex serta anak-anak perusahaannya tetap memenuhi hak-hak pekerja. Berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU), pekerja nan perusahaannya pailit dapat memutuskan hubungan kerja secara sepihak.
Begitu juga sebaliknya, kurator juga mempunyai kewenangan untuk memberhentikan pekerja dengan tetap berpatokan pada peraturan perundang-undangan nan berlaku. Pemutusan hubungan kerja ini, dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 (empat puluh lima) hari sebelumnya.
Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), perusahaan wajib bayar duit pesangon dan/atau duit penghargaan masa kerja serta duit penggantian kewenangan nan semestinya diterima. Status bayaran dan kewenangan pekerja nan belum dibayar perusahaan pailit ini, masuk dalam kategori utang nan didahulukan pembayarannya. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 81 nomor 36 UU Ciptakerja nan mengubah Pasal 95 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
"Dalam perihal perusahaan dinyatakan pailit alias dilikuidasi berasas ketentuan peraturan perundang-undangan, bayaran dan kewenangan lainnya nan belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang nan didahulukan pembayarannya," demikian bunyi pasal tersebut.
Iklan
Adapun, Pengadilan Niaga Kota Semarang memutus pailit Sritex setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditur nan meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan tanggungjawab pembayaran utang (PKPU) nan sudah ada kesepakatan sebelumnya.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang, Haruno Patriadi, di Semarang, Rabu, 23 Oktober 2024. Ia membenarkan putusan nan mengakibatkan perusahaan berkode saham SRIL itu mengalami pailit.
Haruno menjelaskan, putusan dalam persidangan nan dipimpin Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex. “Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022," ujar Haruno, seperti dikutip dari Antara. Dalam putusan pengadilan itu, kata Haruno, juga menunjuk kurator dan pengadil pengawas. "Selanjutnya kurator nan bakal mengatur rapat dengan para debitur."
Pilihan editor: OJK Mendorong Potensi Pasar Perbankan Syariah, Mayoritas Penduduk Indonesia Beragama Islam