TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah, menyatakan perusahaan tekstil legendaris, PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex, dalam status pailit. Keputusan ini tercantum dalam nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada Senin, 21 Oktober 2024.
Sritex memberikan penjelasan tentang utang terhadap PT Indo Bharat Rayon (IBR) nan melakukan gugatan di Pengadilan Niaga Semarang. Sritex menyatakan mempunyai utang sebesar Rp100.308.838.984 terhadap perusahaan tersebut berasas Laporan Keuangan Konsolidasian per tanggal 30 Juni 2024.
Profil Sritex
PT Sri Rejeki Isman Tbk alias dikenal sebagai Sritex, adalah perusahaan tekstil terkemuka di Indonesia dengan sejarah panjang nan dimulai dari upaya mini hingga menjadi perusahaan besar dengan jangkauan internasional. Sritex didirikan pada tahun 1966 oleh HM Lukminto, seorang pengusaha kelahiran Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, nan lahir pada Juni 1946. Awalnya, Lukminto merintis Sritex sebagai pedagang tekstil satuan hingga berkembang pesat menjadi perusahaan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia.
Awal Berdiri
Dilansir dari digilib.uns.ac.id, perjalanan Sritex dimulai dari sebuah upaya jual beli mini berjulukan Sri Redjeki nan berlokasi di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Pada tahun 1968, upaya ini mengalami pertumbuhan pesat hingga Lukminto mendirikan pabrik pertama Sritex di Solo, nan konsentrasi pada produksi kain kelantang dan celup. Dengan adanya pabrik ini, Sritex mulai mengembangkan lini produksi nan lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Perubahan Menjadi Perseroan Terbatas dan Ekspansi Produksi
Pada tahun 1978, Sritex resmi terdaftar sebagai perseroan terbatas (PT) di bawah naungan Kementerian Perdagangan, menandai langkah signifikan dalam ekspansi perusahaan. Empat tahun setelahnya, ialah pada 1982, Sritex mendirikan pabrik pemintalan pertama nan menjadi fondasi untuk memperluas produksi tekstil. Dengan lahan operasional seluas 150 hektar di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sritex bisa mempekerjakan lebih dari 25 ribu karyawan.
Produksi Seragam Militer dan Ekspor
Pada tahun 1994, Sritex menorehkan prestasi sebagai salah satu produsen seragam militer untuk Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Tentara Jerman. Produksi seragam militer menjadi salah satu pilar krusial bagi Sritex, nan mencakup lebih dari 300 ribu kreasi kain, termasuk enam kreasi busana militer nan telah dipatenkan di Dirjen HAKI.
Saat ini, sekitar 70 persen produksi Sritex diekspor ke beragam negara, dengan Amerika Serikat sebagai tujuan utama senilai US$ 300 juta per tahun, diikuti oleh Eropa sebesar US$ 200 juta per tahun. Pasar Sritex menjangkau lebih dari 100 negara di seluruh dunia, termasuk negara-negara seperti Jerman, Inggris, Malaysia, Australia, Timor Leste, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Produk nan diekspor tidak hanya meliputi seragam militer tetapi juga tekstil, benang, kain, dan busana jadi.
Iklan
Menghadapi Krisis dan Pencapaian di Pasar Saham
Meski Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998, Sritex sukses memperkuat dan melipatgandakan pertumbuhannya hingga delapan kali lipat pada 2001, dibandingkan saat pertama kali terintegrasi pada 1992. Kemudian pada tahun 2013, PT Sritex mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dengan kode ticker SRIL, membuka akses baru dalam permodalan dan ekspansi lebih lanjut.
Pada tahun 2014, Direktur Utama Sritex, Iwan S. Lukminto, anak sulung dari HM Lukminto, meraih penghargaan Businessman of the Year dari Forbes Indonesia dan EY Entrepreneur of the Year dari Ernst & Young. Pada tahun 2017, Sritex menerbitkan obligasi dunia senilai US$ 150 juta, nan bakal jatuh tempo pada 2024.
Prestasi MURI dan Rekor Perusahaan
Prestasi Sritex tidak hanya terbatas pada aspek upaya dan ekspor. Perusahaan ini telah menerima beberapa penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Pada 2015, Sritex memperoleh penghargaan sebagai Pelopor dan Penyelenggara Penciptaan Investor Saham Terbesar dalam Perusahaan. Setahun kemudian, Sritex mencatatkan rekor MURI dengan jumlah peserta terbanyak dalam penyuluhan narkoba, nan diikuti oleh 30 ribu karyawan.
Pada 2019, sebanyak 38 ribu tenaga kerja Sritex Grup berperan-serta dalam kerja hormat massal membersihkan lingkungan perusahaan. Aksi ini mencetak rekor MURI untuk Kerja Bakti di Lingkungan Perusahaan oleh Karyawan Terbanyak, dan dilakukan dalam rangka memperingati HUT RI ke-74 serta ulang tahun Sritex ke-53.
MYESHA FATINA RACHMAN I HAMMAM IZZUDIN I ANDIKA DWI
Pilihan editor: Sritex Ajukan Kasasi Atas Putusan Pailit Pengadilan Niaga Semarang, Apa Alasannya?