TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus III Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga angkat bicara soal temuan dugaan rekayasa finansial anak upaya PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
Meski Kementerian BUMN telah menemukan dugaan tersebut, Arya tak mau merinci anak perusahaan nan dimaksud. “Kimia Farma juga demikian. Ada inilah, rekayasa keuangan. Temuannya udah ada, tinggal diproses aja,” ucap Arya, usai meresmikan Vending Machine UMKM PT Pegadaian di Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024, seperti dikutip dari Antara.
Yang pasti, kata Stafsus Menteri Erick Thohir itu, rekayasa finansial nan diduga dilakukan anak upaya Kimia Farma itu berbeda dengan nan terjadi pada dugaan kasus fraud pada PT Indofarma.
“Itu beda, dia (anak upaya Kimia Farma), rekayasa keuangan. Beda sama jika Indo (Indofarma) itu kan uangnya hilang, diambil. Kalau ini (anak upaya Kimia Farma) kan dia rekayasa, menggelembungkan,” ucap Arya.
Arya lampau memaparkan corak rekayasa finansial nan diduga dilakukan oleh anak upaya Kimia Farma ialah seakan-akan hasil penjualan alias pengedaran telah melangkah baik. Padahal, dalam kenyataannya, hasil penjualan tidak melangkah baik.
“Misalnya di pengedaran distribusi dan sebagainya. Seakan-akan penjualan semua bagus, padahal enggak. Anaknya si KF (Kimia Farma),” ucap Arya.
Adapun temuan dugaan rekayasa finansial tersebut, menurut Arya, didapat dari hasil audit internal PT Kimia Farma. “Itu hasilnya jika nggak ada audit dari internalnya KF (Kimia Farma), mana dapat itu. Karena nan audit internal, makanya didapat itu."
Iklan
Arya menjelaskan, persoalan lain nan terjadi di kimia Farma adalah banyaknya pabrik nan dibangun tapi tidak efisien. "Kebanyakan pabrik, enggak efisien. Makanya dari 10 pabrik bakal tinggal lima pabrik nan dikelola. Iya, jadi enggak efisien lah pokoknya, dulu itu terlalu banyak bangun pabrik. Padahal enggak butuh,” katanya.
Direktur Utama Kimia Farma, David Utama, sebelumnya menyatakan pihaknya telah menemukan dugaan pelanggaran integritas penyediaan info laporan finansial di anak upaya ialah PT Kimia Farma Apotek (KFA) pada periode tahun 2021-2022.
“Saat ini manajemen KAEF tengah menelusuri lebih lanjut atas dugaan tersebut melalui audit investigasi nan dilakukan oleh pihak independen,” ujar David dalam keterangan tertulis pada Jumat, 31 Mei 2024.
Temuan dugaan pelanggaran itu, kata David, turut menyumbang timbulkan kerugian di Kimia Farma secara konsolidasi pada tahun 2023 hingga mencapai Rp 1,82 triliun.
Dalam keterangan tersebut, Kimia Farma juga membeberkan terjadinya penurunan untung Kimia Farma sepanjang tahun 2023 akibat inefisiensi operasional dan tingginya nilai Harga Pokok Penjualan (HPP). Adapun salah satu penyebab inefisiensi operasional itu lantaran kapabilitas 10 pabrik nan dimiliki tidak sejalan dengan pemenuhan kebutuhan upaya perseroan.
Pilihan Editor: Kimia Farma Buka-bukaan soal Penyebab Perusahaan Rugi Rp 1,82 Triliun pada 2023