TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta resmi merilis survei Upah Layak Jurnalis 2024 sebesar Rp 8,334,542. Hasil sigi ini menunjukkan kebanyakan responden menyebut bayaran nan mereka terima dari perusahaan belum menyundul nominal bayaran layak itu.
Ketua Divisi Advokasi dan Ketenagakerjaan AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, mengatakan survei bayaran layak ini menjadi program rutin nan digelar organisasinya. Selain kebebasan pers, Irsyan menyebut AJI juga turut memperjuangkan kesejahteraan jurnalis.
“Survei bayaran layak ini bagian dari komitmen AJI untuk merawat organisasi dan memperjuangkan bayaran layak jurnalis,” kata Irsyan dalam peluncuran Upah Layak Jurnalis 2024 seperti nan Tempo pantau di laman Youtube AJI Jakarta pada Sabtu, 22 Juni 2024.
Selain itu, Irsyan menyebut survei ini juga bagian dari upaya merekam profesionalisme wartawan di tengah tantangan rezim. Profesionalisme ini, kata dia, selalu berkelindan dengan kesejahteraan jurnalis.
“Profesionalisme wartawan dan kesejahteraan mereka dengan tantangan rezim nan tiap kali pemerintahan berbeda,” kata dia.
Dalam survei nan digelar pada Mei 2024 ini melibatkan 91 responden nan berasal dari kalangan wartawan dengan masa kerja di kisaran 1-3 tahun. Secara komposisi 63 persen responden adalah laki-laki, sedangkan 37 persen perempuan. Keseluruhan responden ini berasal dari media Televisi sebanyak 21 persen, Radio sebanyak 3 persen, Cetak sebanyak 11 persen, dan Online sebanyak 65 persen.
Hasil sigi Upah Layak Jurnalis 2024 ini juga merekam jumlah pendapatan responden tiap bulan. Hasilnya, ada 79 persen responden mengaku mendapat bayaran sebesar Rp 4-6 juta tiap bulan, 13 persen mendapat bayaran Rp 2-4 juta tiap bulan, 4 persen mendapat bayaran di bawah Rp 10 juta, 3 persen mendapat bayaran Rp 1-2 juta tiap bulan, dan 1 persen mendapat bayaran per page views alias pembaca artikel.
Dari hasil bayaran itu, ada 85 persen menjawab penghasilan mereka tiap bulan tidak layak, 13 persen layak, dan 2 persen tidak menjawab. Dari nan menjawab ada pemotongan, mereka menyatakan potongan terendah sebesar Rp 200 ribu dan tertinggi Rp 3 juta.
Sementara itu, ketika ditanya adanya pemotongan penghasilan dari perusahaan, ada 87 persen menjawab tidak ada dan 13 persen ada. Meski demikian, dari pertanyaan adanya kenaikan penghasilan dari perusahaan tiap tahun, ada 95 persen responden mengaku tak mendapati adanya kenaikan penghasilan dan 5 persen mengaku ada kenaikan.
Iklan
Upah Lembur Tak Sesuai Aturan
Sementara itu, dari 91 responden ada 64 persen wartawan bekerja di bawah satu tahun, 25 persen bekerja 1-2 tahun, dan 11 persen telah bekerja 2-3 tahun. Ihwal status pekerja di perusahaan mereka, ada 50 persen responden mengaku tetap menjadi tenaga kerja kontrak, 3 persen freelance, dan 42 persen tenaga kerja tetap.
Kemudian, ditanya jumlah jam kerja per hari, ada 33 persen responden mengaku bekerja di atas 10 jam, 27 persen responden bekerja 8 jam, 17 persen responden bekerja 9 jam, 14 persen responden bekerja 10 jam, dan 9 persen responden bekerja di bawah 8 jam.
Sementara itu, dari seluruh responden ini ada 92 persen nan mengaku mendapat duit lembur ketika bekerja di atas ketentuan, sedangkan 8 persen tidak mengetahui. Responden, berasas survei ini, ada 61 persen nan mengaku lembur di bawah 14 jam selama sepekan, sedangkan 39 persen lembur di atas 14 jam.
Ketika dielaborasi menggunakan Pasal 78 ayat (1) huruf b UU Nomor 13 Tahun 2003 nan mengatur waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu, ada 54 persen responden mengaku tidak perusahaannya tak menerapkan patokan ini. Kemudian, sebanyak 32 persen responden tak mengetahui dan 14 persen menyebut perusahaannya menerapkan izin ini.
Dalam izin lain, termasuk Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.102/MEN/VI/2004, andaikan lembur dilakukan pada saat hari kerja maka bayaran nan kudu dibayar oleh perusahaan 1,5 kali bayaran sejam (untuk jam kerja lembur pertama) dan 2 kali bayaran sejam untuk kerja lembur berikutnya. Menanggapi patokan ini, 58 responden mengaku perusahaan tak menerapkan patokan ini, 40 persen responden mengaku tak mengetahui, dan 2 persen perusahaan menerapkan.
Sementara itu, andaikan lembur dilakukan pada saat hari libur, bayaran nan perusahaan bayar adalah 7 jam pertama dibayar dua kali bayaran sejam dan jam kedelapan dibayar 3 kali bayaran sejam, dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 kali bayaran sejam. Menanggapi patokan ini, sebanyak 53 persen responden mengaku perusahaan mereka tak menerapkan patokan ini, 38 persen responden mengaku tak mengetahui, dan 9 persen mengaku perusahaannya mentaati izin ini.
Pilihan Editor: FNKSDA Minta Nahdliyin Tidak Ikut PBNU Terima Izin Tambang