TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkritisi kebijakan pemerintah soal Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera. Bhima berujar, kebijakan itu bakal memberatkan pekerja lantaran gajinya wajib dipotong untuk iuran Tapera. Terlebih, iuran nan dipotong dari penghasilan pekerja besarnya mencapai 2,5 persen.
"Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, potongan itu tentu sangat memberatkan," kata Bhima melalui keterangan tertulis, Senin, 3 Juni 2024. Ia pun tidak heran jika kebijakan Tapera menuai penolakan dari bumi upaya hingga asosiasi driver ojek online.
Berdasarkan studi Celios, Bhima menuturkan, pengaruh paling signifikan dari pungutan iuran untuk Tapera adalah berkurangnya jumlah tenaga kerja. Ia memprediksi, kebijakan Tapera bisa menghilangkan 466,83 ribu pekerjaan. Pasalnya, iuran Tapera mengurangi konsumsi dan investasi oleh perusahaan.
"Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp 20 miliar, jumlah ini sangat mini dibandingkan dengan kerugian ekonomi nan terjadi di sektor-sektor lain," ungkap Bhima.
Lebih lanjut, Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda menyampaikan kebijakan Tapera berasas hasil simulasi ekonomi menyebabkan penurunan produk domestik bruto alias PDB sebesar Rp 1,21 triliun. Artinya, kebijakan ini menunjukkan akibat negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional.
Ia menjelaskan, kalkulasi menggunakan model input-output juga menunjukkan surplus untung bumi upaya turut mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun. Sementara, pendapatan pekerja turut terdampak dengan kontraksi sebesar Rp 200 miliar.
"Itu daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan beragam jenis sektor usaha," kata Huda. Di sisi lain, dia berujar, kebijakan Tapera tidak menyelesaikan masalah backlog perumahan.
Untuk mengatasi masalah perumahan, Celios mempunyai sejumlah rekomendasi melalui perbaikan program Tapera. Pertama, melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk ASN dan TNI/Polri. "Pekerja umum dan berdikari berkarakter sukarela saja," ujar Huda.
Kedua, mendorong transparansi pengelolaan biaya Tapera termasuk asesmen imbal hasil (yield) dari tiap instrumen penempatan dana. Ketiga, memperkuat tata kelola biaya Tapera dengan pelibatan aktif KPK, dan BPK. Keempat, meningkatkan daya beli masyarakat agar kenaikan nilai rumah bisa di imbangi dengan naiknya pendapatan rata-rata kelas menengah dan bawah.
Rekomendasi kelima, mengendalikan spekulasi tanah nan menjadi dasar kenaikan ekstrem nilai hunian. Keenam, menurunkan tingkat suku kembang KPR baik fixed (tetap) maupun floating (mengambang) dengan efisiensi NIM perbankan dan intervensi kebijakan moneter Bank Indonesia.
"Terakhir, memprioritaskan biaya APBN untuk perumahan rakyat dibandingkan mega-proyek nan berakibat mini terhadap kesiapan kediaman seperti proyek IKN," ujar Huda.
Pilihan Editor: BPJS Ketenagakerjaan Beberkan Perbedaan Program MLT dengan Iuran Tapera